jpnn.com, JAKARTA - Bank Indonesia menerawang tanda-tanda adanya kebijakan tapering off atau mengurangi likuiditas pada akhirnya 2021 atau awal 2022.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengakui juga mencium gelagat tersebut.
BACA JUGA: BI Ramalkan Tapering Off The Fed, Indonesia Siap-siap
"Kuat di 2022 tapering off dilakukan, meski ada pengaruh varian Delta menghambat laju pemulihan di AS," ujar Bhima kepada JPNN.com, di Jakarta, Kamis (29/7).
Kendati demikian, menurut dia, belum bisa dipastikan keputusan itu diambil The Fed.
BACA JUGA: Ngeri! Ini yang Akan Terjadi Jika Tapering Off The Fed Terlaksana 2022
Pasalnya, merujuk pada pernyataan Gubernur The Fed kebijakan itu masih terhalang pemulihan ekonomi negeri Paman Sam.
"Statement Gubernur The Fed terakhir masih menunggu pemulihan AS solid khususnya dari sisi tenaga kerja," beber Bhima.
BACA JUGA: Jelang Risalah The Fed Kurs Rupiah Ditutup Melemah, Ada Apa?
Oleh karena itu Bhima memberikan usul agar pemerintah mempersiapkan kemungkinan terburuk dari keputusan The Fed akhir 2021 atau awal 2022.
Bhima menyebut pemerintah harus memperkuat devisa dengan optimalkan Devisa Hasil Ekspor yang dikonversi ke rupiah.
Ancaman keluarnya dana asing harus diantisipasi dengan lakukan pengendalian terhadap risiko utang pemerintah dan swasta.
"Dorong swasta agar lakukan hedging untuk lindungi dari kerugian selisih kurs (rupiah, red). Bagi pemerintah sebaiknya kelola utang dengan lebih hati hati khususnya utang luar negeri," ujar Bhima.
Kemudian, mendorong investasi yang berkualitas bukan sekadar portfolio sehingga struktur investasi bisa lebih panjang tidak mudah terguncang faktor eksternal.
"Dorong permintaan dan pertumbuhan kredit usaha sebelum tapering off terjadi untuk percepat pemulihan ekonomi. Karena ketika tapering off terjadi maka bank sentral cenderung naikan suku bunga yang berakibat pada mahalnya biaya pinjaman," tegas Bhima.
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti memprediksi The Fed mulai mengurangi likuiditas atau tapering off pada awal 2022. Setelah itu, mulai meningkatkan suku bunga pada awal 2023.
"Paling cepat kemungkinan di akhir 2021, tetapi pasar lebih ke 2022," kata dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis (29/7).
Destry menyebut prediksi tersebut atas mempertimbangkan tren perekonomian global yang mulai meningkat secara persisten. Di samping itu inflasi di Amerika yang sudah mencapai 5,4 persen, meski dalam jangka panjang Negeri Paman Sam akan terus menjaga inflasi tetap berada di level dua persen.
Kendati demikian, kebijakan tapering off likuiditas Fed akan didahului oleh sinyal yang jelas, serta dilaksanakan secara terukur dan transparan. (mcr10/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... OJK Endus Gelagat Taper Tantrum The Fed yang Bisa Terulang, Sektor Keuangan Waspada!
Redaktur & Reporter : Elvi Robia