jpnn.com, JAKARTA - Pengamat ekonomi Universitas Muhammadiyah Bengkulu Surya Vandiantara menilai korporasi petani berdampak luar biasa bagi industri pertanian di Indonesia.
Pasalnya, melalui korporasi petani akan lebih terorganisir dengan baik.
BACA JUGA: Petani Bawang di Bima Dukung Firli Presiden 2024, Begini Alasannya
"Bayangkan jika ada ratusan hingga ribuan petani terorganisir dengan baik dalam korporasi petani, maka akan memudahkan dalam meningkatkan produktivitas hasil pertanian," kata Surya melalui keterangan resminya Sabtu (16/4).
Misalnya, lanjut Surya, secara bersamaan para petani yang terorganisir memproduksi suatu komoditas unggulan.
BACA JUGA: Dorong Peran Lembaga Keuangan untuk Peningkatan Skala Usaha Petani Milenial
Maka, kata dia, tugas pemerintah hanya tinggal menentukan komoditas apa yang mesti di produksi para petani tersebut melalui berbagai riset.
"Tentunya produktivitas akan komoditas unggulan tersebut bisa terjaga dengan baik, karena di produksi secara masif oleh para petani yang tergabung dalam korporasi petani," tambahnya.
BACA JUGA: SMKPP Banjar Baru Dorong Regenerasi Petani
Kelebihan dari korporasi petani yakni pemerintah bisa lebih mudah memberikan pelatihan.
Sebab, permasalahan manajemen produksi yang sering dihadapi para petani saat ini bisa teratasi. Hasilnya, ucap Surya, mekanisme produksi pertanian yang efektif dan efisien bisa dicapai dengan lebih mudah.
"Apabila mekanisme produksi pertanian yang efektif dan efisien bisa tercipta, dan komoditas pertanian yang di produksi merupakan komoditas unggulan yang mudah diserap oleh pasar," ungkap dia.
Petani akan memperoleh keuntungan yang lebih maksimal dan meningkatkan kesejahteraan para petani.
Selain itu, masalah permodalan yang menjadi salah masalah petani akan terselesaikan.
Menurut Surya, salah satu masalah petani dalam mengakses modal adalah ketika mitigasi risiko yang diterapkan perbankan di Indonesia mengharuskan adanya LTV (Loan to Value) atas underlying asset.
Di sisin lain, para petani dengan pendapatan yang cenderung rendah tidak memiliki asset yang cukup untuk dijaminkan ke perbankan.
Kendati demikian, tidak ada pihak yang bisa mendesak perbankan untuk menghilangkan kalusul LTV ini, karena terkait mitigasi risiko yang ditetapkan.
Oleh karena itu, perlu ada pihak ketiga yang mampu memberikan jaminan kepada perbankan agar lebih aman dalam menyalurkan modal ke petani.
Kehadiran pihak ketiga ini, sambungnya, tentunya dapat diisi oleh pemerintah, maka pemerintah harus berani menjadi penjamin para petani agar bisa mengakses modal dari perbankan.
"Apabila korporasi petani ini bisa dijalankan dengan baik, maka seharusnya DSR (Debt Serve Ratio) para petani bisa tejaga dengan baik, sehingga tidak ada keraguan bagi pemerintah untuk hadir sebagi penjamin para petani," jelasnya.
Oleh karena itu, kata Surya, dengan hadirnya program korporasi petani tersebut, memberikan peluang hasil produksi pertanian dapat diserap pasar menjadi lebih tinggi, apabila pemerintah melaksanakan tugasnya dengan baik dalam menentukan komoditas yang perlu diproduksi.
"Keuntungan yang diperoleh menjadi lebih maksimal. Karena pemerintah bisa dengan mudah memberikan pelatihan mengenai manajemen produksi yang lebih efektif dan efisien. Dan melalui permodalan atau KUR Pertanian tentu akses modal menjadi lebih mudah. Apabila pemerintah berani penjadi penjamin bagi para petani," tutup Surya.
Korporasi petani yang dijalankan oleh pemerintah bertujuan untuk meningkatkan skala ekonomi dari aktivitas petanian.
Pemerintah melakukan penguatan dari hulu ke hilir, petani diharapkan akan mendapatkan keuntungan lebih besar. Termasuk soal akses modal.
Kementerian Pertanian (Kementan) terus lakukan pengembangan Kawasan Pertanian Berbasis Korporasi Petani. Hal tersebut bertujuan antara lain untuk membuat kelompok petani dalam jumlah besar dan membekali kelompok petani tersebut dengan manajemen, aplikasi, cara produksi dan pengolahan yang modern, serta kepastian pasar yang lebih baik.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul