Ekonom UI Beberkan Alasan Efek Jokowi dan Bansos Pengaruhi Kemenangan Prabowo-Gibran

Senin, 08 April 2024 – 22:54 WIB
Pasangan Capres-Cawapres RI terpilih di Pilpres 2024 Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka. Foto: Arsip jpnn.com/Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Ekonom dari Universitas Indonesia (UI) Vid Adrison menegaskan,  tanpa efek  Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan bantuan sosial (bansos) paslon nomor 02 Prabowo-Gibran meraih 42,38% pada Pilpres 2024.

Sementara itu, berdasarkan perhitungan suara yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 20 Maret lalu, jumlah suara paslon nomor 02 sebanyak 96.214.691 suara atau 58,59%.

BACA JUGA: Bobby Nasution Menantu Jokowi Hadiri Acara Golkar di Jakarta, Sudah Jadi Kader?

Vid melakukan penelitian untuk melihat apakah ada hubungan kasualitas antara pembagian bansos menjelang Pilpres 2024 dengan efek Jokowi terhadap perolehan suara Prabowo-Gibran. Seperti diketahui, Gibran adalah putra dari Jokowi.

Perolehan suara sebesar 42,38% itu hampir sama dengan hasil survei yang dilakukan Charta Politika pada periode 4-11 Januari 2024 yakni sebesar 42,2%.

BACA JUGA: Pesan Ketua TKN Prabowo-Gibran untuk Umat Muslim Tanah Air

Hal ini berhubungan dengan perilaku myopic di tengah masyarakat, dalam hal ini pemilih lebih mempertimbangkan (mengingat) tindakan yang dilakukan Jokowi menjelang Pilpres 2024 dibanding dengan kegiatan atau program pemerintah yang dilakukan dua atau empat tahun lalu.

“Ada perilaku myopic di tengah masyarakat.

BACA JUGA: Inilah Keterangan 8 Ahli Pihak Prabowo-Gibran di Sidang PHPU

Orang lebih memikirkan, mempertimbangkan yang lebih dekat terjadi. Misalnya, sebulan terakhir seseorang berbuat baik, maka yang saya ingat adalah kebaikan,” ujar Vid dikutip dari kanal Youtube Abraham Samad "Speak Up," Senin (8/4/2024).

Dia mengatakan bansos yang merupakan bagian program Perlindungan Sosial (Perlinsos), memang program pemerintah yang sudah disetujui anggarannya oleh DPR, tetapi bansos itu justru masif digelontorkan oleh pemerintahan Jokowi menjelang pencoblosan pada 14 Februari 2024.

Situasi ini menimbulkan kompetisi yang tidak adil pada Pilpres 2024, karena yang memiliki akses terhadap bansos itu adalah petahana (Jokowi). Meski tidak ada petahanya yang ikut kompetisi pada Pilpres 2024, namun ada putra Jokowi yang maju sebagai calon wakil presiden (cawapres).

Anggaran Perlinsos Naik

Dia mengatakan bansos memang berasal dari pemerintah atau sumbangan dari pemerintah dengan sasarannya adalah masyarakat miskin.

Dari hasil penelitian, menurut Vid, ternyata ada pola belanja untuk Perlinsos proporsinya meningkat setahun menjelang pemilu seperti pada tahun 2008, tahun 2013, tahun 2018. Namun, kenaikan anggaran itu mengalami kenaikan drastis pada kuruan waktu 2022 hingga 2023 menjelang Pemilu 2024.

“Ketika terjadi kenaikan begitu drastis, apapun alasan sudah ada pembahasan dengan DPR, tetapi ini suatu pola. Apakah ini akan punya dampak? Studi menyebut memang ada dampaknya karena perilaku myopic,” ujarnya.

Artinya, pendistribusian bansos bisa meningkatkan seseorang untuk memilih kembali orang yang memberi/membagikan bansos.

Ini terkonfirmasi oleh hasil penelitian Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 19-21 Februari 2024, bahwa sebanyak 24,8% responden mengaku menerima bansos dari pemerintah. Dari jumlah itu, 69,3% mengaku mencoblos capres-cawapres nomor urut 02, Prabowo-Gibran.

“Memang pola peningkatan belanja untuk diskresi termasuk Perlinsos meningkat menjelang pemilu, dan ada bukti statistik hal itu meningkatkan keterpilihan,” bebernya.

Vid menegaskan karena tidak ada regulasi, maka Perlinsos digunakan sebagai alat pemenenangan untuk meningkatkan suara inkumben.

Kemudian, ujarnya, sumber dana Perlinsos beradal dari masyarakat melalui pajak yang dibayarkan masyarakat. Maka, sesungguhnya adalah hak dari orang miskin untuk mendapatkan perlinsos.

“Jadi tidak boleh dipersonalisasi. Pemerintah kan sudah transfer. Senang yang dapat bansos, maka efek lebih besar. Ketemu dikasih langsung atau tidak (oleh Jokowi)? Kalau dikasih langsung bisa dipersonalisasi, kalau dibagikan oleh sistem senang tetapi tidak personalisasi,” ujarnya merespons kunjungan Jokowi yang massif ke daerah-daerah khususnya ke Jawa Tengah (Jateng) jelang Pilpres 2024.

Efek Jokowi

Vid menegaskan bahwa dari hasil penelitian yang dilakukan, bahwa efek Jokowi lebih signifikan dibanding efek Prabowo dalam menentukan perolehan suara paslon nomor 02.

Petahana atau kandidat yang didukung petahana akan mendapatkan persentase suara yang lebih tinggi, dan persentase suara pemenang lebih tinggi di daerah dengan kemiskinan yang lebih tinggi.

Untuk menilai efek Jokowi, penelitian telah memperhitungkan unsur fanatisme. Dia mengukur suara Jokowi sebagai proksi untuk perolehan suara Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024.

Ketika dia menggunakan perolehan suara Prabowo pada Pilpres 2019 untuk Pilpres 2024, ternyata tidak signifikan. Artinya, militansi bukan kepada Prabowo tetapi kepada Jokowi.

“Artinya memang kuat bukti statistiknya, efek Jokowi efek lebih kuat daripada efek Prabowo,” tukas ekonom yang juga menjadi ahli dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Soal dampak kunjungan Jokowi ke daerah Jateng, Vid menyebut Jokowi mengunjungi 30 kabupaten dan kota  sepanjang Oktober 2023 hingga Februari 2024. Dari 30 kabupaten dan kota itu, 15 di antaranya berlokasi di Jateng.

Sementara, Prabowo-Gibran hanya mengunjungi 9 kabupaten dan kota.

Hasil penelitian menemukan, tidak ada bukti perolehan suara Prabowo pada Pilpres 2019 berhubungan dengan perolehan suara pada Pilpres 2024.

Kunjungan Jokowi efektif meningkatkan suara Prabowo pada Pilpres 2024. Vid menambahkan ada hubungan yang kuat antara penggelontoran bansos dan efek Jokowi terhadap perolehan suara Prabowo-Gibran. (flo/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler