Ekonom UIN: Omnibus Law Cipta Kerja Selaraskan Kepentingan Investor dan Buruh

Rabu, 11 Maret 2020 – 23:26 WIB
Ilustrasi pabrik mobil di Tiongkok. Foto: carscoops

jpnn.com - Dosen ekonomi dan keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung Setia Mulyawan menilai, Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja menunjukkan semangat kuat menyelaraskan kepentingan investor dan pekerja. Dimana kepentingan investor dan pekerja secara seimbang diakomodasi.

Setia Mulyawan mengatakan hal itu dalam diskusi yang mengangkat thema 'Masa Depan Pendidikan dan Dunia Kerja' yang digelar di sebuah kafe Jalan Juanda, Dago, Bandung, Rabu (11/3). Diskusi juga menghadirkan Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan dan Guru Besar Politik dan Hukum UIN SGD Bandung Izan Fautanu.

BACA JUGA: Arief Poyuono Sebut Omnibus Law Hapus Kekuasaan Pemda

Menurut Mulyawan, investor tentu sagat berkepentingan dengan regulasi yang memudahkan dan cepat. Kemudian, biaya murah untuk berbagai urusan seperti perizinan, tenaga kerja dan hal-hal lain seperti jaminan keamanan investasi, serta keberlangsungan usaha terjaga.

"Sementara kepentingan pekerja, upah yang sesuai atau lebih baik dari standar hidup layak, jaminan keberlangsungan bekerja. Kemudian, pekerja juga butuh ketenangan, kenyamanan bekerja dan penghargaan atas masa kerja. Tentu masih ada kepentingan lain, tetapi jika ini tercukupi, iklim usaha secara umum akan kondusif," ujar Mulyawan.

BACA JUGA: Arief Poyuono: Omnibus Law Merugikan Petani

Mulyawan melihat kedua kepentingan inilah yang coba dipertemukan dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Karena dilihat dari klaster draft-nya, RUU Ciptaker mengakomodasi dua kepentingan tersebut, meski dalam beberapa poin, dinilai wajar bila dikritisi dengan semangat memperbaiki.

Hal lain yang tak kalah penting, kata Mulyawan, semangat RUU Omnibus Law Cipta Kerja dalam mengatasi masalah pengangguran. RUU tersebut diharapkan mendorong dengan cepat penambahan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, lapangan kerja yang sudah ada juga tidak berpindah ke negara lain yang lebih kompetitif.

BACA JUGA: Teten Masduki Ngobrol Bareng Pelaku Koperasi dan UKM Bahas Omnibus Law

"Ini kan catatan penting yang selama ini banyak dibicarakan. Sudah ada lapangan kerja, terus pindah ke negara tetangga karena kita kalah kompetitif," ucapnya.

Mulawan kemudian mengutip data Kemenko Perekonomian 2020. Disebutkan, pengangguran saat ini mencapai 7,05 juta, angkatan kerja mencapai 2,24 juta. Masyarakat dalam kategori setengah penganggur sebanyak 8,14 juta, dan pekerja paruh waktu 28,41 juta.

"Jadi, total 45,84 juta atau 34,4 persen angkatan kerja bekerja tidak penuh. Bayangkan jika ditambah jumlah penduduk yang bekerja pada sektor informal sebanyak 70,49 juta orang atau 55,72 persen dari total penduduk yang bekerja. Ini jumlah yang memang harus dipastikan solusinya," pungkas Mulyawan. (gir/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler