jpnn.com, JAKARTA - Perang Rusia-Ukraina memicu lonjakan inflasi di seluruh dunia. Berbagai bank sentral dunia agresif menaikkan suku bnga untuk mengetatkan kebijakan moneter.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menilai inflasi Indonesia pada Juni 2022 yang tercatat 4,35 persen masih tergolong moderat.
BACA JUGA: Indonesia Akan Jadi Kekuatan Ekonomi Terbesar ke-4 Dunia, Ini Alasannya
Kendati demikian, dia mengakui jika inflasi pada Juni 2022 ini merupakan yang tertinggi sejak Juni 2017, yakni di level 4,37 persen YoY.
Oleh karena itu, pemerintah melalui instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terus berusaha meredam tingginya tekanan inflasi global, sehingga daya beli masyarakat serta momentum pemulihan ekonomi nasional masih tetap dapat dijaga.
CEO Grant Thornton Indonesia Johanna Gani mengatakan seperti negara-negara lainnya, banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya inflasi di Indonesia, salah satunya gejolak geopolitik dunia.
BACA JUGA: Orasi di UIN Suska, Irjen Iqbal: Stabilitas Keamanan Kunci Kemajuan Ekonomi dan Pendidikan
Dia menyebut meskipun inflasi masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia lainnya, Indonesia sebaiknya bersiap.
“Inflasi tersebut juga telah menyebabkan kenaikan harga pangan dalam negeri seperti minyak goreng, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan telur ayam. Hal ini tentunya akan mengganggu proses pemulihan ekonomi terutama terhadap konsumsi rumah tangga," kata Johanna.
Menurutnya, pemerintah dan BI perlu memperkuat koordinasi dan komunikasi terutama terkait rencana penyesuaian harga, sehingga dapat mengatur kebijakan moneter dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
"Pemerintah juga perlu melakukan stabilisasi harga pangan dengan memastikan pasokannya terutama harga minyak goreng, sehingga diharapkan tekanan inflasi tidak meningkat signifikan dan masih dapat terkendali," ungkap Johanna.
BACA JUGA: Rupiah Nyaris Rp 15 Ribu per USD, Waspadai Kondisi Ekonomi Nasional
Lonjakan harga membuat banyak bank sentral bertindak agresif untuk mengetatkan kebijakan moneternya dan meningkatkan kekhawatiran perlambatan ekonomi global.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh negara-negara di Asia untuk menekan laju inflasi. Pemerintah Korea Selatan telah menaikkan tarif enam komoditas antara lain minyak bunga matahari, gandum, jagung, dan tanaman biji-bijian.
Selain itu, Bank Sentral Korea Selatan juga telah menaikkan suku bunga menjadi 1,75 persen pada Mei untuk mengurangi inflasi dari level tertinggi dalam 13 tahun.
Di Jepang, inflasi melonjak 2,5 persen YoY (year-on-year) pada Mei, setelah menunjukkan kenaikan yang sama di bulan sebelumnya. Lonjakan tersebut merupakan yang tertinggi dalam tujuh tahun.
Di Tiongkok, harga produsen naik 8,3 persen dari tahun lalu, meskipun turun 8,8 persen pada Februari, tetapi masih di atas median 8,1 persen.
Di Asia Tenggara, berdasarkan data Tradingeconomics, Myanmar merupakan negara dengan laju inflasi tertinggi di kawasan Asia Tenggara dengan kenaikan sebesar 12,63 persen YoY pada Desember 2021.
Negara ASEAN dengan inflasi tertinggi berikutnya adalah Laos, yakni sebesar 9,9 persen YoY hingga April 2022, diikuti Thailand dengan inflasi 7,1 persen YoY pada Mei 2022, lalu Kamboja 6,3 persen YoY hingga Februari 2022, dan Filipina sebesar 5,4 persen YoY pada Mei 2022. (mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul