Ekonomi Global Melambat, Pelaku Pasar Wait And See

Rabu, 06 Maret 2019 – 12:59 WIB
Ilustrasi IHSG. Foto: JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Rupiah menjadi salah satu mata uang yang menguat di tengah pelemahan kurs negara-negara Asia lainnya pada perdagangan Selasa (5/3).

Kemarin rupiah diperdagangkan pada kisaran 14.217 sampai 14.075 per USD.

BACA JUGA: 5 Langkah Kumpulkan Kekayaan dari Saham

Kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatatkan nilai tukar rupiah terhadap USD pada angka 14.146.

Posisi tersebut menguat dari hari sebelumnya yang sebesar Rp 14.149 per USD.  

BACA JUGA: Rupiah Stabil, Pengusaha Pede Susun Perencanaan Bisnis

Pengamat ekonomi Indef Bhima Yudhistira menuturkan, penguatan rupiah merupakan dampak positif ekspor ke Tiongkok.

Kendati pertumbuhan perekonomian Tiongkok diproyeksikan turun 6–6,5 persen lebih rendah daripada tahun lalu, PM Li Keqiang tetap memberlakukan paket stimulus sebesar 2 triliun yuan atau setara dengan USD 298,3 miliar (sekitar Rp 4.212 triliun).

BACA JUGA: Prediksi Nilai Tukar Rupiah Hingga Akhir Februari

”Itu membuat pemain ekspor ke Tiongkok lega. Imbasnya pun positif ke rupiah,” kata Bhima.

Selain itu, sentimen positif pasar terhadap rupiah terpicu sinyal The Fed yang akan menahan kenaikan bunga acuan.

Bulan ini BI pun masih akan menahan suku bunga acuannya. Kabar baik itu membuat laju kredit lebih terjaga.

Berbanding terbalik dengan rupiah, indeks harga saham gabungan (IHSG) justru ditutup melemah 0,73 persen pada level 6.441,28.

Analis Binaartha Sekuritas Nafan Aji mengatakan, perlambatan pertumbuhan ekonomi global membuat para pelaku pasar menerapkan kebijakan wait and see.

”Hanya bersifat temporer. Para pelaku pasar menanti sentimen positif,” ujar dia.

Terpisah, Chief Investment Officer Allianz Life Indonesia Ni Made Daryanti mengatakan, 2018 adalah tahun penuh tantangan.

Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga 1,75 persen sebanyak enam kali hingga mencapai enam persen.

Kondisi itu memberikan tekanan domestik dan global pada instrumen obligasi. Kepemilikan asing pada obligasi pemerintah pun berada di posisi 37 persen tahun lalu.

Tahun ini Allianz lebih optimistis. Sebab, suku bunga The Fed tidak seagresif 2018. Kondisi perekonomian makro pun bagus. Antisipasinya lebih prudent.

”Hanya satu tahun ini, yakni tahun politik,” papar Made. (ken/nis/c11/hep)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Prediksi IHSG dan Kurs Rupiah Pekan Ini


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler