jpnn.com, JAKARTA - Para mantan direksi, komisaris dan pegawai Bank Swadesi (Bank of India Indonesia) meminta keadilan kepada Bareskrim Polri.
Ini terkait penetapan status tersangka yang sudah 10 tahun berlangsung tanpa kepastian hukum atas dugaan tindak pidana perbankan yang dituduhkan kepada mereka.
BACA JUGA: Tiga Pakar Hukum Sepakat Pelanggaran SOP Bank Swadesi Bukan Pidana
Kuasa hukum para tersangka, Fransisca Romana mengatakan, di sisi lain Surat Perintah Dimulainya Penyelidikan (SPDP) dalam perkara ini sudah dikembalikan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) kepada penyidik Bareskrim.
"Klien saya ditersangkakan Pasal 49 ayat 2 huruf b UU Perbankan karena diduga melanggar SOP. Sudah 10 tahun mereka menyandang status ini tanpa ada kepastian hukum," kata Fransisca di Mabes Polri, Kamis (19/8).
BACA JUGA: Temukan Kejanggalan, Tersangka Kasus Bank Swadesi Minta Perlindungan Propam sampai Menteri Keuangan
Adapun tujuan mereka ke Bareskrim untuk menanyakan status penyidikan perkara, terutama setelah diperoleh informasi adanya pengembalian SPDP berikut sprindik perkara oleh Kejaksaan Agung.
"Hal ini berarti proses penyidikan telah tidak memenuhi ketentuan undang-undang sehingga SPDP berikut sprindik dikembalikan kepada penyidik Dirtipideksus Polri," kata Fransisca.
BACA JUGA: Lelang Aset Hotel, Bank Swadesi Dipolisikan
Fransisca menambahkan, para mantan direksi, komisaris dan pegawai BoII kondisinya sudah pensiun dan saat ini rata-rata sudah berusia 70 sampai 83 tahun. Kondisi ini menurutnya membuat kliennya tidak selalu dalam kondisi sehat, apalagi ada yang menderita stroke permanen.
Penetapan tersangka atas dasar pelanggaran SOP internal BoII terjadi ketika memproses kredit PT Ratu Kharisma pada tahun 2008 sejumlah 10 miliar 5 ratus juta Rupiah.
Namun, PT Ratu Kharisma tidak mau membayar kreditnya sehingga jaminan kredit yang diikat hak tanggungan dilelang.
Padahal Peraturan OJK No. 42/POJK.03/2017, mengatur sanksi administratif yang mempengaruhi penilaian kesehatan Bank, apabila ada pelanggaran SOP. Demikian pula PBI No. 9/14/PBI/2007 dan Surat Edaran BI No. 10/47/DPNP sanksinya adalah koreksi dan denda apabila terjadi kekeliruan dalam pelaporan SID kepada BI.
Sejak 2008 hingga saat ini 20 orang tersangka tersebut tidak pernah menerima teguran baik secara lisan maupun tertulis dari BI/OJK, Dewan Komisaris, tidak ada temuan pelanggaran oleh Tim Audit/Akuntan Publik.
BoII tidak dirugikan. PT Ratu Kharima menikmati kreditnya tapi tidak mau bayar kreditnya. Lalu kenapa justru 20 orang mantan direksi, komisaris, dan pegawai BoII ditetapkan tersangka.
"Ibarat ada pencopet mengambil dompet tapi yang disalahkan justru yang kehilangan dompet karena tidak hati-hati menyimpan dompetnya," kata Fransisca. (cuy/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Elfany Kurniawan