Eks Dirut Bakti Sebut Syarat Technology Owner Keputusannya: Tidak Ada Kerugian Negara

Kamis, 28 September 2023 – 10:51 WIB
Sidang lanjutan dugaan korupsi BTS 4G di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023). (ANTARA/Fath Putra Mulya)

jpnn.com, JAKARTA - Mantan Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Anang Achmad Latif menjadi saksi untuk terdakwa eks Dirut PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak, Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan, dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment Mukti Ali.

Dalam kesaksiannya, Anang mengatakan Peraturan Direktur Utama (Perdirut) Bakti soal penentuan pemilik teknologi atau technology owner sebagai dasar pengadaan proyek penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G ditentukan oleh dirinya.

BACA JUGA: Dirut PT Telkom Infra Temui Dirut Bakti Kominfo, Tujuannya untuk Main di Proyek BTS

Anang Latif menyampaikan hal itu menanggapi pertanyaan tim kuasa hukum salah satu terdakwa terkait ada atau tidaknya keterlibatan pihak lain dalam membuat Perdirut tersebut.

"Apakah ada keterlibatan Huawei atau Mukti Ali di sini terkait dengan penentuan atau pengaturan terkait dengan teknologi owner dalam perdirut yang saudara saksi buat?" tanya tim penasihat hukum dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (27/9).

BACA JUGA: Ikhtiar BAKTI Kominfo Memeratakan Internet Lewat Satelit Satria-1

"Sama sekali tidak," kata Anang Latif.

Tim penasihat hukum terus menggali dasar Anang Latif membuat Perdirut soal penentuan pemilik teknologi yang akan menggarap proyek BTS 4G tersebut.

BACA JUGA: Tepis Anggapan Netizen, Najwa Shihab Tidak Tersinggung Ucapan Ganjar

Dalam sidang ini, Dirut Bakti itu mengeklaim memiliki pengalaman puluhan tahun di bidang teknogi.

"Saya yang menetapkan persyaratan tersebut, karena saya yang pengalaman 27 tahun di dunia telekomunikasi cukup meyakini bahwa ini adalah persyaratan yang tepat," kata Anang Latif.

"Jadi tidak ada keterlibatan dari pihak lain?” timpal tim hukum memastikan.

"Tidak ada. Bahkan, konsultan pun menerima arahan saya untuk mencantumkan persyaratan ini," ucap Dirut Bakti itu.

Di sisi lain, Anang juga menilai proyek penyediaan menara BTS 4G tak menyebabkan kerugian negara Rp 8,032 triliun seperti yang didakwakan jaksa penuntut umum (JPU).

Sebab, merujuk catatan laporan keuangan Kementerian Kominfo yang telah diiaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan, tower BTS yang telah selesai dicatat sebagai aset, sementara sebanyak 3.088 tower yang belum rampung masuk dalam aset Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP) senilai Rp 7,3 triliun.

"Itu yang muncul catatan laporan keuangan itu basisnya adalah 31 Desember 2021," ungkapnya.

"Rp 7,3 trilun yang masuk dalam aset KDP, tercatat statusnya sebagai aset," sambung Anang.

Kemudian, ketiga konsorsium disebut sempat mengembalikan yang senilai Rp 1,7 triliun pada 31 Maret 2022.

Kemudian ditindaklanjuti dengan membuat kontrak baru untuk melanjutkan perkerjaan yang belum rampung pada 1 April 2022.

Namun, sampai dengan 31 desember 2021 dari kontrak senilai Rp 1,7 triliun, Bakti baru membayar Rp 450 miliar. Sehingga, kata Anang, aset yang dimiliki senilai Rp 10,8 triliun.

"Ya, terbagi ada yang memang aset selesai dan aset KDP tersebut Rp 7,8 trilun," katanya.

Nilai aset itu pun ditegaskan dia sudah melalui proses audit BPK yang terintegasi dengan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) pada 2021.

"Jadi, kalau saya tanya, tidak ada kerugian yang 8 koma sekian triliun itu pernah tercatat?" tanya tim penasihat hukum.

"Menurut sepengetahuan saya tidak ada (kerugian)," jawab Anang. (rhs/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kronologi Kecelakaan Mengerikan di Exit Tol Bawen yang Menewaskan 4 Orang


Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler