Eks Hakim MK Dukung Awasi Para Hakim MK

Minggu, 15 Agustus 2010 – 08:16 WIB

JAKARTA --  Wacana untuk mengawasi para hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) kembali mendapat dukunganKali ini, yang mendukung adalah Maruarar Siahaan, mantan hakim di mahkamah tersebut

BACA JUGA: Gubernur Minta DPRD Siantar Cepat Bergerak

Dia beralasan, kekuasaan yang absolut dari MK bisa membuat lembaga pimpinan Mahfud MD itu menyimpang.

Semua putusan MK, kata Maruarar, bersifat final dan mengikat
Putusan di MK adalah peradilan tingkat pertama dan terakhir

BACA JUGA: Sulit Netral Jika KPU-Bawaslu Diisi Unsur Parpol

Artinya, tanpa melalui banding, kasasi, dan Peninjauan Kembali (PK), putusan di MK sudah inkracht alias berkekuatan hukum tetap
Padahal, lembaga tersebut tak ada yang mengawasi

BACA JUGA: Senin, Kapolri Sudah Ngantor Lagi

"Ingat, the power tends to corrupt, the absolute power corrupt absolutely," katanya saat ditemui di Hotel Kartika Chandra kemarin (14/8).

Apalagi, kata Maruarar, Mahfud MD pernah mengakui bahwa sejumlah pasangan calon pilkada yang berperkara di MK sempat berusaha menemuinyaDia sempat ditawari sejumlah duit, bahkan hak pengelolaan hutan (HPH)Mahfud mengaku menolak tawaran ituNamun, dia tak menjamin bahwa penolakan serupa dilakukan oleh hakim konstitusi lainnya"Apalagi seperti ituSudah jelas memang harus ada pengawasan," kata Maruarar.

Lelaki kelahiran Tanah Jawa, Sumatera Utara, itu menambahkan hakim MK memiliki banyak latar belakangMulai dari latar belakang politik, hingga akademisItu, kata dia, sangat berpotensi mempengaruhi putusan-putusan yang dibuatDengan adanya lembaga pengawas, kredibilitas MK di masyarakat akan tetap terjaga.

Sejumlah hakim konstitusi di MK memang dari unsur partai politikMisalnya Ketua MK Mahfud MD yang dulu dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), hakim konstitusi Hamdan Zoelva dari Partai Bulan Bintang (PBB), dan Akil Mochtar dari Partai GolkarSejatinya Komisi Yudisial (KY) sempat menjadi lembaga pengawas para hakim konstitusiNamun, MK membatalkan pasal-pasal pengawasan di Undang-Udang KY pada 2006 silam.

Kata Maruarar, pengawasan hakim pada saat itu cenderung mengintervensi putusan hakimKarena itu, MK membatalkan pasal-pasal tersebut"Yang penting saat ini, bagaimana membuat mekanisme pengawasan yang tepat," kata Maruarar yang merupakan salah satu anggota majelis hakim kala itu.

Menanggapi itu, hakim konstitusi Akil Mochtar merasa tak perlu lembaga pengawasan bagi para hakim MKMenurut dia, pengawasan yang paling efektif justru pengawasan langsung dari publikYakni dari media massa dan masyarakat yang bisa mengakses langsung semua putusan dan kebijakan MK, baik melalui situs resmi maupun datang langsung ke MK"Tapi kalaupun ada, silakan sajaTapi kan kita nggak usah latah-latahan lah," katanya.

Akil memisalkan lembaga negara seperti Presiden dan DPRDua lembaga itu, kata dia, juga tak memiliki lembaga pengawas"Apa DPR diawasin, apa presiden diawasin? Sebagai lembaga negara, presiden nggak ada pengawasnyaDPR siapa? Badan Kehormatan DPR bukan pengawas itu," katanya.

Lagi pula, menurut dia, tidak terlalu susah mengawasi hakim MKSebab, jumlahnya cuma segelintirHanya sembilan orang hakimPengawasannya pun sangat gampang"Bandingkan dengan lembaga peradilan lain yang ada lembaga pengawasnya (maksudnya, Mahkamah Agung, Red.)Hasilnya juga tidak efektifLain dengan kami," katanya.

Munculnya wacana pengawasan hakim MK, kata Akil, bisa jadi karena sejumlah putusan MK yang mengejutkan masyarakatTerutama pada putusan-putusan yang dulunya dianggap bukan kewenangan MKSalah satunya adalah MK menetapkan langsung pemenang pilkada Kotawaringin Barat dalam sidang gugatan di MK"MK berwenang dengan sejumlah kondisi yang ada, tapi karena tak pernah dilakukan, dikira ada apa-apa kita ini," ujarnya.(aga/kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... MPR Buka Peluang Amandemen Konstitusi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler