MPR Buka Peluang Amandemen Konstitusi

Singgung Pilkada Langsung dan Pengawasan Hakim MK

Sabtu, 14 Agustus 2010 – 05:48 WIB

JAKARTA - Peluang adanya amandemen UUD 1945 dibuka oleh MPRMemanfaatkan momen Hari Konstitusi pada 18 Agustus, MPR akan mengadakan forum terbuka yang bertajuk Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Konstitusi

BACA JUGA: Dua Kali Sengketa Pilkada Ketapang Ditolak MK

Hasil forum akan menjadi evaluasi bagi para anggota MPR, apakah amandemen konstitusi dalam kurun 1999?2002 itu sudah berjalan sesuai arah.

"(Evaluasi) ini bisa menjadi pertimbangan bagi anggota MPR, apakah perlu amandemen atau tidak," kata Lukman Hakim Saifuddin, wakil ketua MPR, dalam keterangan pers di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (13/8).

Menurut Lukman, forum yang dibungkus dalam seminar tiga hari itu akan mengundang para pakar hukum tata negara, pakar ekonomi, termasuk para pejabat negara
Dalam seminar tersebut, MPR ingin mengetahui apakah amandemen konstitusi yang dilakukan sejak sewindu lalu itu berjalan beriringan dengan publik

BACA JUGA: Bisa Sidang Bersama DPR, DPD Senang

"Kami ingin tahu, apakah amandemen ini malfunction atau tidak," jelasnya.

Bukan tanpa alasan Lukman menganggap konstitusi saat ini malfunction
Dia mencontohkan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada)

BACA JUGA: MK Perintahkan Pencoblosan Susulan di 3 TPS

Menurut Lukman, pasal 18 ayat 4 konstitusi menyatakan, pilkada diadakan secara demokratisNah, dalam turunannya di ketentuan UU 32/2004, pilkada dilaksanakan dengan sistem pemilihan langsung oleh publik"Apakah kehendak pembuat UUD itu dipilih langsung," ujarnya dengan nada bertanya.

Politikus PPP itu menyatakan, pilkada langsung saat ini telah menelan biaya yang besar bagi publik dan negaraKekuatan uang yang berputar dalam pilkada begitu masifSementara itu, cita-cita untuk menciptakan iklim demokrasi belum tercapai, dengan fakta-fakta pilkada yang terjadi"Kekuatan uang itu menjadi distorsi sehingga perlu dicari jalan keluarnya," jelasnya.

Selain masalah pilkada, Lukman menyoroti keberadaan hakim konstitusiDalam amandemen UUD 1945 tersebut, Komisi Yudisial (KY) sejatinya menjadi lembaga yang sah untuk mengawasi hakim konstitusiNamun, UU KY terkait dengan pengawasan hakim konstitusi dibatalkan oleh MKHal itulah yang menjadi pertimbangan perlunya pengawas penegak konstitusi tersebut"Bisa jadi, supaya tidak debatable, kewenangan KY diatur dalam konstitusi," tuturnya.

Wakil Ketua MPR Hajriyanto Thohari menambahkan, selain fenomena malfunction, keberadaan UUD 1945 hasil amandemen terakhir menunjukkan fenomena disfunctionFenomena mafia hukum contohnyaDi satu sisi, pemberantasan mafia hukum adalah kewenangan Polri dan jaksaNamun, keberadaan Satgas Mafia Hukum menunjukkan fenomena disfungsi dari lembaga penegak hukum yang sebenarnya"Ini gejala yang biasa terjadi pada negara yang baru mengubah undang-undang dasar," kata Hajriyanto

Selain itu, ada gejala anomi pasca perubahan UUDMaksudnya, peraturan lama tidak berlaku saat amandemen UUD 1945, namun belum ada peraturan baru yang dibuat setelah amandemen"Evaluasi ini akan mengetahui seberapa besar gejala-gejala itu memengaruhi," tandasnya(bay/c7/agm)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Desak Mendagri Tak Terbitkan SK Tigor-Suhari


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler