Eks Manajer Jadi Whistleblower, Praktik Kotor Facebook Terungkap

Selasa, 05 Oktober 2021 – 09:03 WIB
Mantan Manajer Produksi Facebook Inc. Frances Haugen dalam program '60 Minutes' di saluran televisi CBS. Foto: YouTube/60 Minutes

jpnn.com, WASHINGTON - Perusahaan penyedia layanan media sosial Facebook Inc. tengah tersudut oleh pengakuan mantan pegawainya, Frances Haugen.

Eks manajer produksi Facebook Inc. itu membeber praktik lancung yang dilakukan perusahaan penyedia layanan media sosial tersebut dalam program '60 Minutes' di saluran televisi CBS yang ditayangkan Minggu (3/10).

BACA JUGA: WhatsApp, Facebook, dan Instagram Down, Telegram Langsung Melambung

Haugen mengungkapkan perusahaan pemilik WhatsApp dan Instagram itu memilih berbuat curang demi meraup keuntungan finansial ketimbang kepentingan masyarakat luas.

"Ada konflik kepentingan antara yang baik bagi publik dan yang bagus untuk Facebook," ujar Haugen.

BACA JUGA: Facebook Sikat Akun yang Menjelekkan Vaksin Pfizer dan AstraZeneca

"Facebook berulang kali memilih mengoptimalkan kepentingannya sendiri, seperti menghasilkan banyak uang," tutur perempuan berusia 37 tahun itu.

Sebelumnya, Haugen bekerja selama dua tahun dalam tim misinformasi sipil di Facebook. Namun, dia mengundurkan diri pada Mei lalu.

BACA JUGA: CEO Facebook Mark Zuckerberg Diprotes Ratusan Karyawannya

Haugen mengaku sebagai whistleblower yang memasok dokumen untuk mendukung investigasi tentang bahaya Instagram terhadap gadis remaja yang tengah dilakukan Senat AS dan media ternama Wall Street Journal.

Mantan pegawai Google dan Pinterest itu menggunakan nama 'Sean' untuk menyamarkan identitasnya sebagai whistleblower yang menyingkap praktik kotor di Facebook.

Sebelumnya, Facebook memanen kecaman setelah munculnya Wall Street Journal menayangkan reportase hasil investigasi tentang presentasi dan email internal perusahaan teknologi yang berbasis di Menlo Park, California, itu.

Investigasi itu memperlihatkan Facebook berkontribusi pada pembelahan masyarakat ketika melakukan perubahan pada algoritma kontennya, gagal mengurangi keraguan terhadap vaksin, dan mengabaikan bahaya Instagram pada mental para gadis.

Menurut Haugen, Facebook juga digunakan untuk mengatur kerusuhan di Gedung Capitol pada 6 Januari 2021 setelah perusahaan pimpinan Mark Zuckerberg itu mematikan sistem keamanannya pasca-pemilihan presiden AS.

Menurut Haugen, kuasa hukumnya telah mendaftarkan setidaknya delapan gugatan ke Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat atau US Securities and Exchange Commission (SEC).

 "Saya telah melihat banyak media sosial, dan di Facebook secara substansi lebih buruk daripada yang saya lihat sebelumnya," katanya.

Pihak Facebook pun melalui juru bicaranya, Lena Pietsch, membantah tudingan-tudingan yang dilontarkan Haugen.

"Kami terus melakukan perbaikan signifikan guna meengatasi penyebaran misinformasi dan konten berbahaya," katanya.

Lena juga menepis tuduhan yang menyebut Facebook mendorong konten buruk dan tak melakukan apa-apa. "Itu tidak benar," ujarnya.(Reuters/jpnn)


Redaktur & Reporter : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler