Eks Menkes Soroti Peran Guru BK di Sekolah terhadap Kesehatan Mental Siswa

Jumat, 20 Desember 2024 – 12:21 WIB
Ilustrasi guru. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Temuan penelitian Health Collaborative Center (HCC) dan Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) bersama Yayasan BUMN menunjukkan, 7 dari 10 pelajar SMA di Jakarta tidak ingin mengunjungi guru Bimbingan Konseling (BK) untuk melakukan konsultasi kesehatan mental.

Para pelajar SMA di Jakarta cenderung memilih teman sebaya sebagai tempat berkonsultasi, daripada guru di sekolah.

BACA JUGA: Guru Agama Bingung, Kemenag & Kemendikdasmen Lepas Tangan soal Tunjangan Sertifikasi

Data ini menunjukkan adanya kesenjangan antara kebutuhan siswa dan layanan yang tersedia di sekolah.

Menteri Kesehatan 2014-2019, Prof. Nila F. Moeloek mengungkapkan berkonsultasi dengan teman sebaya dapat memiliki manfaat.

BACA JUGA: Guru PPPK Beserdik Tidak Semuanya Terima Tambahan TPG, Ada Diskriminasi?

Namun, upaya mitigasi konseling yang tepat tetap diperlukan  bimbingan dari orang dewasa.

"Ada kemungkinan potensi saran tidak akurat. Oleh karena itu, mereka tetap harus dibimbing. Ini juga tugas orangtua, keluarga, serta guru di sekolah," kata Nila saat ditemui di kawasan Han Lekir, baru-baru ini.

BACA JUGA: Dukung Peningkatan Kesejahteraan Guru, Anan Wijaya: Jangan Ada Lagi yang Mengojek

Temuan tersebut pun menyoroti pentingnya peran guru BK di sekolah dalam mendukung kesehatan mental siswa.

Penelitian ini menghasilkan rekomendasi bagi institusi pendidikan melalui program bernama Zona Mendengar Jiwa.

Program ini bertujuan meningkatkan pelaksanaan skrining kesehatan mental, identifikasi masalah, dan konseling berbasis sekolah.

Program Manager Health and Wellbeing Yayasan BUMN, Heru Komarudin menekankan integrasi layanan kesehatan dengan sekolah sangat penting.

Dari hasil penelitian tersebut, dia menilai pentingnya untuk mengubah citra ruang BK sebagai ruang yang ramah dalam menjaga kesehatan mental pelajar.

Menghapuskan stigma tentang tentang pelajar yang mendatangi ruang BK, bagian dari anak yang bermasalah.

Dengan begitu, tercipta ruang yang nyaman dan aman bagi pelajar untuk membagikan problematika kehidupannya di sekolah.

Harapannya, hal ini dapat meningkatnya kesadaran akan pentingnya kesehatan mental, sehingga generasi muda dapat tumbuh sehat.

"Rangkaian ini sejalan dengan upaya negara dalam membentuk generasi muda yang sehat fisik dan mental dalam menyongsong Indonesia Emas 2045," kata Heru. (mcr31/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Guru Tidak Lagi Mengajar Tatap Muka 24 Jam, Aktif di Masyarakat Dihitung


Redaktur : Elfany Kurniawan
Reporter : Romaida Uswatun Hasanah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler