jpnn.com, JAKARTA - Eks Plt Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indriyanto Seno Adji menyarankan Firli Bahuri cs menindaklanjuti adanya dugaan gratifikasi dari politikus Partai Demokrat M Nasir ke terpidana kasus korupsi Bowo Sidik Pangarso.
Dalam persidangan tertanggal 23 Oktober 2019, terpidana perkara suap bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) itu buka-bukaan soal penerimaan uang gratifikasi dari sejumlah pihak terkait kedudukannya saat menjabat sebagai anggota DPR.
BACA JUGA: Perilaku M Nasir di DPR Telah Mencoreng Wajah Partai Demokrat
Bowo selaku mantan Anggota Komisi VI DPR fraksi Partai Golkar mengatakan, total uang Rp 8 miliar yang diterimanya berasal dari beberapa sumber. Satu di antaranya, ia menyinggung nama M Nasir.
“Memang sebaiknya KPK menindaklanjuti masalah suap dan gratifikasi ini setelah putusan Bowo sudah berkekuatan tetap saja, sehingga sudah ada kepastian keterlibatan tidaknya saudara Nasir tersebut,” kata Indriyanto, Rabu (15/7).
BACA JUGA: KPK Bakal Menindaklanjuti Pengakuan Bowo Sidik soal Nasir Demokrat
Indriyanto menegaskan bahwa pembuktian untuk terus mengusut kasus ini hingga tuntas tidaklah mudah. Katanya, diperlukan kecermatan penyidik KPK.
“Memang diperlukan kecermatan penegak hukum KPK dan tidak bisa secara gegabah terkait pembuktian dan alat bukti tersebut,” tegasnya.
BACA JUGA: Pengamat: Nasir Itu Wakil Rakyat, Seharusnya Bisa Memberikan Contoh dan Teladan
Sebelumnya, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri memastikan pihaknya bakalan menindaklanjuti keterangan Bowo dalam persidangan.
Ali menyatakan bahwa berdasarkan fakta persidangan, jaksa penuntut umum (JPU) menilai keterangan Bowo berdiri sendiri tanpa didukung alat bukti lain, sehingga berlaku asas satu saksi bukanlah saksi.
Namun, ditegaskan Ali, jika nantinya ditemukan bukti dan fakta yang menguatkan keterangan Bowo soal aliran uang suap dari sumber lain, salah satunya M Nasir, maka KPK tak segan akan menindaklanjuti.
"Jika nantinya ditemukan bukti-bukti dan fakta yang memperkuat keterangan Bowo SP tersebut, tentu KPK akan menindaklanjutinya," kata Ali saat dikonfirmasi, Jumat (10/7).
Diketahui, saat menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Bowo mengaku menerima SGD 250 ribu dolar atau bila dirupiahkan saat kurs saat itu sebesar Rp 2,5 miliar dari M Nasir yang juga duduk sebagai anggota DPR saat itu, terkait dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Meranti.
Bowo mengaku bahwa penerimaan uang itu saat mengemban tugas sebagai anggota Badan Anggaran. Menurut Bowo, M Nasir datang menemuinya bersama dengan seseorang bernama Jesica.
"Dia minta tolong bagaimana kalau dia dibantu Kabupaten Meranti untuk dapat alokasi DAK," kata Bowo kepada jaksa KPK di Pengadian Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (23/10).
Lantas, Bowo pun menyarankan agar bertemu dengan Eka Satra yang juga anggota DPR Fraksi Golkar saat itu. Menurut penuturan Bowo, Eka mengurus anggaran tersebut.
"Eka yang ngurus itu sampai bisa dana tersebut cair. Nah, setelah (Kabupaten) Meranti dapat alokasi itu, Jesica bersama Nasir datang ke ruangan saya memberikan uang Singapura yang kalau dirupiahkan kurang lebih Rp 2,5 miliar," ucap Bowo.
M Nasir sendiri sudah pernah diperiksa KPK menggali informasi terkait aliran dana gratifikasi ke Bowo Sidik Pangarso.
"KPK dalami lebih lanjut pengetahuan saksi terkait dengan dugaan aliran dana pada tersangka BSP ini," ujar mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Senin (1/7).
Febri kala itu menyampaikan, Nasir diperiksa oleh penyidik KPK terkait dua perkara, yakni soal dugaan suap dan dugaan penerimaan gratifikasi.
Petugas KPK sebelumnya menggeledah ruang kerja Nasir di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada 4 Mei 2019.
Pengadilan Tipikor Jakarta pada 4 Desember 2019 telah menjatuhi vonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan terhadap Bowo karena terbukti menerima suap dan gratifikasi.
Selain itu, Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik untuk Bowo selama 4 tahun terhitung sejak terdakwa selesai menjalani masa pidana. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil