jpnn.com, JAKARTA - Politikus senior Golkar Darul Siska mempersoalkan keberadaan Majelis Etik partainya. Alasannya, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar tidak mengatur soal majelis etik.
Darul menyampaikan hal itu usai memenuhi panggilan Majelis Etik Partai Golkar, Rabu (7/8).
BACA JUGA: Sentilan Bu Mega buat Airlangga Golkar di Pembukaan Kongres PDIP
Sebelumnya Majelis Etik Golkar melalui surat bernomor 024/ME/GOLKAR/IX/2019 tanggal 5 Agustus yang ditandatangani Mohammad Hatta selaku ketua dan Rully Chairul Azwar sebagai sekretarisnya memanggil Darul.
“Majelis Etik dibentuk oleh ketua umum (Airlangga Hartarto) tanpa memiliki dasar hukum yang jelas. Kalau ada yang mengatakan bahwa Majelis Etik dibentuk berdasarkan keputusan pleno, saya tidak menemukan keputusan pleno menjadi konsideran keputusan tersebut,” katanya.
BACA JUGA: Golkar Semakin Percaya Diri Dapatkan Kursi Ketua MPR
BACA JUGA : Sungguh Terlalu, Admin WAG DPP Golkar Depak Member Pengkritik Airlangga
Darul justru menuding Majelis Etik tak beretika. “Saya merasa Majelis Etik sendiri tidak punya etika karena telah mengirim surat kepada saya pribadi, tetapi suratnya beredar secara luas di media online dan grup WhatsApp,” tutur mantan wakil sekretaris jenderal DPP Golkar iru.
BACA JUGA: Industri Bakal Serap 1,1 Juta Ton Garam Lokal
Mantan legislator Golkar di DPR RI itu mengungkapkan, pemanggilan terhadapnya terkait dengan viral tulisannya yang bermuatan otokritik.
Tulisan itu berupa surat terbuka yang isinya kritik kepada dua tokoh senior Golkar, Akbar Tanjung dan Agung Laksono yang aktif menggalang dukungan buat Airlangga Hartarto sebagai calon ketua umum.
Darul mengatakan, sepengetahuannya hingga saat ini tak ada kode etik di internal Golkar yang telah disepakati. Padahal, katanya, majelis etik seharusnya bekerja berdasar kode etik.
BACA JUGA : Dua Hari Dicari, Politikus Golkar Ditemukan Tewas di Gundukan Pasir, Diduga Dibunuh
Dosen yang telah aktif di Golkar sejak awal 1980 itu mengatakan, surat terbuka buatannya justru sebagai bentuk penghormatan dan rasa cintanya kepada kedua tokoh tersebut.
“Saya merasa heran mengapa surat saya yang mengingatkan dua tokoh tersebut menyebabkan saya dipanggil untuk klarifikasi oleh Majelis Etik,” tegasnya.
Mantan wakil sekretaris jenderal DPP Golkar itu menambahkan, andai Majelis Etik sudah ada sejak lama dan menjalankan fungsinya secara fair maka yang seharusnya dipanggil lebih awal adalah Akbar Tandjung dan Agung Laksono.
Darul menegaskan, posisi Akbar saat ini adalah wakil ketua Dewan Kehormatan Golkar, sedangkan Agung merupakan ketua Dewan Pakar di partai pimpinan Airlangga Hartarto itu.
Namun, Darul menilai dua tokoh itu bertindak seperti tim sukses bagi Airlangga. Padahal, katanya, sampai saat ini belum ada kejelasan tentang waktu pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) Golkar pun belum diketahui.
“Seandainya Majelis Etik memang ada dan telah mengingatkan kedua tokoh tersebut, saya tidak akan membuat surat yang kemudian beredar menjadi surat terbuka,” tegasnya.
Karena itu Darul menduga Majelis Etik Golkar menjadi alat Airlangga untuk menyingkirkan pihak-pihak yang berseberangan jelang munas.
“Majelils Etik tumpul terhadap orang yang mendukung Airlangga Hartarto, namun tajam dan reaktif kepada orang yang mendukung Bambang Soesatyo atau tokoh lainnya,” pungkasnya. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Main Pecat Ketua Golkar Daerah, Airlangga Hadapi Krisis Legitimasi?
Redaktur & Reporter : Natalia