jpnn.com, JOGJA - Mendagri Tjahjo Kumolo tidak terburu-buru mengambil sikap atas keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan perempuan dapat menjadi gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
MK dalam putusannya memerintahkan penghapusan frasa persyaratan Gubernur DIY sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 13/2012 tentang Keistimewaan DIY.
BACA JUGA: MUI Minta Pemerintah Terbitkan Buku Sejarah Resmi G30S PKI
Menurut Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kemendagri Sumarsono, dirinya telah diperintahkan oleh Mendagri untuk terlebih dahulu meminta masukan dari Sri Sultan Hamengkubuwono X dan masyarakat DIY, sebelum nantinya merevisi UU Nomor 13/2012 sebagaimana perintah MK.
"Mendagri memberi arahan pada kami untuk mendengarkan dulu masukan Sultan dan maunya masyarakat Yogyakarta. Kira-kira konkret sarannya seperti apa dengan putusan MK tersebut. Cocok enggak dengan suasana kebatinan nasional dari sisi regulasi," ujar Sumarsono.
BACA JUGA: Satu Daerah Otonom Nilai Rendah tapi tak Akan Digabung
Dia mengatakan hal itu di sela-sela Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pemantapan Implementasi Keistimewaan DIY dalam Bingkai NKRI, yang digelar bersamaan dengan Rapat Pembahasan Dalam Rangka Peningkatan Kinerja Pemerintahan di 57 Daerah Otonom Pembentukan Tahun 2007-2009, di DI Yogyakarta, Selasa (19/9).
Masukan nantinya akan disampaikan ke Mendagri Tjahjo Kumolo. Jika segera ditindaklanjuti maka revisi UU Nomor 13/2012 kemungkinan dapat dilakukan 2018 mendatang.
BACA JUGA: Petakan Kekuatan Sukseskan Zulkifli di Pilpres
"Kalau di 2017 saya kira sudah telat, atau bisa juga karena berbagai pertimbangan revisi dilaksanakan setelah Pilpres 2019. Sekarang kami mendengarkan dulu bobot substansi, implikasi dari putusan MK. Pemerintah pusat tidak bisa langsung memberi arahan, sebab pemerintahan DIY agak unik karena keistimewaannya. Sultan adalah Gubernur DIY," pungkas Sumarsono.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Panggilan Mesra Ketua KPK untuk Kapolri
Redaktur & Reporter : Ken Girsang