jpnn.com, BANYUASIN - Kompol DS, terdakwa kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bebas dari tuduhan setelah eksepsi yang diajukannya dikabukan majelis hakim Pangkalan Balai Banyuasin, Sumsel, Rabu (10/6/2020).
Hakim Ketua Dr Yudi Noviandri SH MH didampingi anggota Silvi Anani SH MH dan Erwin Tri Surya Anandar SH dalam putusan memerintahkan agar Kompol DS dibebaskan dari status tahanan kota.
BACA JUGA: Oknum Debt Collector Mengaku Polisi, Tetapi Salah Sebut Pangkat, Ya Begini Jadinya
Dalam pembacaan putusan eksepsi ini, hadir Kompol DS didampingi penasehat hukumnya Marulam Simbolon SH.
Dalam putusannya, majelis hakim menilai keberatan yang diajukan penasehat hukum Kompol DS dapat diterima.
BACA JUGA: 1 Wanita dan 5 Pria Digerebek Saat Tengah Asyik Berbuat Terlarang di Rumah
“Maka terhadap keberatan penasehat hukum terdakwa yang lainnya tidak perlu dipertimbangkan lagi,” tegas hakim ketua Dr Yudi Noviandri SH MH.
Majelis hakim juga menyatakan bahwa surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Nomor Reg Perk PDM68/BA/04/2020 tertanggal 5 Mei 2020, batal demi hukum.
BACA JUGA: Pemerintah Diminta Segera Berikan Bantuan Kepada Korban KDRT di Masa Pandemi Covid-19
Majelis hakim memerintahkan pengembalian berkas perkara kepada JPU.
“Memerintahkan terdakwa DS dibebaskan dari tahanan kota segera setelah putusan ini diucapkan,”tegasnya.
Atas putusan hakim ini, penasehat hukum Kompol DS, Marulam Simbolon SH menyatakan sangat puas.”Majelis hakim sungguh telah menerapkan ketentuan hukum yang sebenar-benarnya,” pujinya.
Terpisah, jaksa penuntut umum Ronald Regianto SH MH mengatakan akan langsung melaporkan putusan hakim ini pada jaksa tinggi. “Kami akan laporan dulu, karena ini perkara di Kejati (Sumsel), ” katanya.
Seperti diwartakan, Kompol DS merasa dikriminalisasi oleh penyidik dan JPU atas kasus dugaan KDRT yang menurutnya tidak pernah dilakukannya.
Di dalam laporan polisi nomor : LP/723/IX/2018 /SPKT tanggal 24 September 2018, pasal yang dilanggar adalah pasal 44 ayat (1) dan (2) UU No.23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.
“Tetapi tiba-tiba melebar kepada pasal 45 ayat (1),(2) yang tergolong delik aduan, kemudian dalam perjalanan penyidikan, rupanya dikembangkan penyidikan kepada kekerasan psikis, tanpa ada laporan polisi.,” urai Marulam Simbolon SH.
Pihaknya selaku kuasa hukum juga keberatan atas surat dakwaan yang menerapkan pasal 44 ayat (1), (4) atau pasal 45 ayat (1 ), (2) serta penahanan terhadap kliennya (terdakwa) khususnya dengan menerapkan pasal 44 ayat (1), (4) yang dijadikan JPU untuk menahan terdakwa.
Sebelumnya, perwira menengah (pamen) Polda Sumsel Kompol DS merasa dikriminalisasi atas kasus yang sedang menerpanya.
BACA JUGA: Wanita Oknum Honorer Ini Raup Nyaris Rp100 Juta dari Hasil Mengibuli Mahasiswa, Begini Modusnya
Dugaan tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istrinya, berinisial EP yang kejadiannya 2018 silam. (qda)
Redaktur & Reporter : Budi