Eksepsi Sidang Guru JIS: Dakwaan JPU Tidak Masuk Akal

Selasa, 09 Desember 2014 – 19:01 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan kembali menggelar sidang kasus dugaan seksual yang melibatkan dua guru Jakarta International School (JIS), Selasa (9/12).

Sidang hari ini agendanya  pembacaan eksepsi dari pihak terdakwa yaitu Neil Bantleman dan Ferdinant Tjong, dan tim pengacaranya. Pembacaan eksepsi ini merupakan jawaban terhadap dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pekan lalu (3/12).

BACA JUGA: Tersangka Bandar Judi AKBP Murjoko Dilimpahkan ke Kejari Jaksel

Tim pengacara Ferdinant Tjiong dan Neil Bantleman dalam eksepsinya menegaskan, seluruh dakwaan yang disampaikan JPU terhadapnya dan Neil sangat absurd dan tidak masuk akal.

Menurut mereka, dakwaan tersebut juga tidak memenuhi kaidah-kaidah dasar hukum acara pidana yang sudah diatur dalam KUHAP.

BACA JUGA: JK Hitung Dihormati 18 Kali Sehari

Sebagai contoh, dalam surat dakwaan jaksa disebutkan, kasus yang melibatkan kedua guru tersebut terjadi pada waktu yang tidak dapat diingat lagi dengan pasti antara bulan Januari 2013 sampai bulan Maret 2014.

Tim pengacara terdakwa yang diwakili Patra M. Zen, Hotman Paris Hutapea dan kantor hukum SSEK, menilai, dakwaan pidana oleh JPU tidak menyebutkan kapan peristiwa ini terjadi, dimana dan dengan bukti-bukti apa.

BACA JUGA: KPK Telusuri Dugaan Keterlibatan Pertamina dalam Kasus Suap Bangkalan

Dakwaan  tidak memenuhi ketentuan KUHAP, khususnya Pasal 143 ayat (2) huruf b yang mengharuskan disebutkan uraian yang jelas dan cermat atas waktu terjadinya pidana.

"Jelas terlihat kasus ini sangat dipaksakan dan para guru ini sengaja dikorbankan, persis seperti dugaan kami sejak awal kasus ini terjadi," jelas Patra.

Sedang Hotman Paris Hutapea mengatakan, seharusnya ketika JPU membuat dakwaan tidak hanya menerima laporan dari polisi. Tapi melakukan pemeriksaan dan bahkan investigasi lebih mendalam terkait kasus yang diserahkan oleh kepolisian. Termasuk mengetahui latarbelakang munculnya kasus yang terjadi pada dua guru JIS ini.

Pasalnya, lanjut Hotman, Neil dan Ferdy diadukan ke polisi dengan tuduhan tindak asusila setelah gugatan perdata oleh ibu MAK, berinisial TPW, ditolak dan kemudian dinaikkan menjadi US$ 125 juta atau hampir senilai Rp 1,5 triliun.

Sementara gugatan pidana sejak awal yang dilakukan TPW kepada JIS senilai US$ 12 juta hanya ditujukan bagi 6 pekerja kebersihan. TPW menggugat JIS sebesar itu lantaran anaknya diduga mengalami sodomi.

"Dakwaan jaksa mengada-ada dan sangat berbahaya bagi sistem hukum di Indonesia. Baru kali ini sebuah kasus pidana tidak jelas disebutkan kapan waktunya dan dimana dilakukan. Sistem hukum kita bisa rusak dengan cara-cara mengkreasi kasus seperti ini," jelasnya.

Dikatakan Hotman, dengan tidak adanya kepastian waktu dan kejadian, JPU telah menempatkan para tersangka seolah-olah selalu ada untuk melakukan kejahatan. Padahal sangat mungkin para guru tersebut tidak ada di Indonesia pada waktu-waktu yang dituduhkan.

"Tanpa bukti yang jelas dan dakwaan yang tidak memenuhi KUHAP kasus dua guru JIS ini tidak layak dilanjutkan lagi. Memaksakan sebuah kebohongan ke ruang pengadilan akan menghancurkan dan merusak tatanan hukum di Indonesia," tandasnya.

Sementara dalam pembacaan eksepsi yang disusun sendiri oleh Ferdinand Tjiong, ia mengatakan bahwa dakwaan keji seperti itu direkayasa oleh manusia yang tidak mempunyai hati nurani.

"Dakwaan tersebut bukan hanya merusak nama baik saya, tetapi juga memberikan penderitaan dan merampas kebahagiaan hidup keluarga, yaitu istri dan anak-anak saya. Selama hidup saya tidak pernah menyakiti orang lain dengan perkataan atau perbuatan. Saya tidak pernah menyentuh anak-anak yang disebutkan dalam dakwaan, apalagi menyakiti mereka," tandas Ferdi.

Ferdi bekerja lebih dari 17 tahun di JIS dan selama bekerja tidak pernah melanggar peraturan perusahaan atau melanggar hukum. "Hal tersebut bisa dibuktikan dari hasil evaluasi kerja tahunan yang di atas rata-rata," sambung Ferdi.

Neil Bantleman dalam eksepsi yang ditulisnya mengatakan dirinya sangat sedih dan kecewa mendengar tuduhan-tuduhan yang ditujukan kepada dirinya.

"Saya awalnya sangat kooperatif dalam memenuhi panggilan-panggilan polisi untuk memberikan kesaksian karena saya pikir hal tersebut akan memberikan kebenaran terhadap kasus ini dan membuktikan ketidakbersalahan saya. Ternyata kejadiannya tidak seperti itu. Saya bertekad untuk berjuang dan mempertahankan kebenaran agar keadilan dapat ditegakkan," ujar Neil.

Kedua guru ini mendapat dukungan yang begitu besar dari para orang tua murid, siswa serta staff dan guru-guru dari JIS. Mereka dikenal sebagai sosok yang ramah, perhatian dan bertanggungjawab serta dicintai oleh para murid-murid dan teman kerjanya.

Ferdi menuliskan sebuah puisi dalam eksepsinya yang sangat menyentuh. (ris/jpnn)

Ini Puisi Ferdi:

Cinta Seorang Anak Negeri
Hancur Asa Mengiris Rasa
Melihat dan Merasakan Negeri Tercinta
Membual Berdiri Tegak Bertopeng Kemunafikan
Beralas Jerit Derita Negeri Penuh Cerita
Meninabobokan Hingga Lumpuh Mati Rasa
Kapankah Cinta Kita Sungguh Kokoh?
Kapankah Cinta Kita Sungguh Murni?
Kemurnian Cinta Seorang Anak Negeri Sedang Diuji
Bukan Hanya Aku
Tapi Juga Kamu
Kamu
Dan Kamu

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kubu Agung Laksono Rombak Pimpinan Fraksi Golkar di Parlemen


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler