jpnn.com - JPNN.com – Ekspor Indonesia berada di titik terendah sepanjang tahun ini.
Hal itu disebabkan pelambatan ekonomi dan perdangangan global.
BACA JUGA: Pengusaha Butuh Kepastian Waktu Ekspor
Selain itu, pemerintah juga ambat mendiversifikasi pasar.
Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan sepanjang Januari-Oktober 2016 defisit 15,81 persen.
BACA JUGA: Perum Perindo Ekspor Ikan Kerapu Hidup ke Hongkong
Namun, nilai ekspor masih lebih tinggi dibanding impor.
Meski begitu, pertumbuhan ekspor minus 8,04 persen atau terkoreksi lebih besar ketimbang impor yang negatif 7,50 persen.
BACA JUGA: Tutup Tahun, Perum Perindo Ekspor Olahan Rajungan ke AS
”Jadi, ekspor telah mencapai titik nadir,” ungkap peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus.
Pelambatan ekspor juga disebabkan kegagalan pemerintah menjaga daya saing produk domestik.
Misalnya, produk tekstil domestik kalah bersaing dengan kreasi Bangladesh, Sri Lanka, dan Vietnam di Amerika Serikat (AS).
Karena itu, daya saing produk harus dikembalikan supaya tidak tertinggal. ”Aslinya, daya saing produk tidak kalah dari negara competitor,” ulasnya.
Pemerintah harus membuka pasar baru potensial lebih dalam untuk produk ekspor Indonesia ke negara nontradisional.
Di antaranya adalah ke Afrika Selatan dan Timur Tengah (Timteng).
Sebab, banyak negara tengah berkembang dan bisa dimanfaatkan sebagai pasar produk ekspor domestik.
Di sisi lain, impor bahan baku dan penolong serta barang modal tahun ini mengalami koreksi.
BPS mencatat, sepanjang Januari-Oktober 2016, impor bahan baku terkontraksi 8,6 persen dibanding periode sama tahun lalu dan impor barang modal defisit 11,8 persen.
Sedangkan impor barang konsumsi menanjak 13,75 persen. (far)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penetrasi Ekspor Rendah, UKM Harus Fokus Sertifikasi
Redaktur & Reporter : Ragil