Ekspor Lesu, Neraca Dagang Masih Surplus

Selasa, 16 Agustus 2016 – 07:49 WIB
BPS. Foto: Jawa Pos.Com

jpnn.com - JAKARTA – Ekspor Indonesia belum juga menunjukkan tanda-tanda membaik. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor pada Juli masih terkontraksi di angka USD 9,51 miliar.

Jumlah tersebut menurun 17,2 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya, nilai ekspor anjlok 26,67 persen.

BACA JUGA: Driver Go-Jek Bandung Bakal Geruduk Jakarta

Kinerja impor juga tergerus dengan nilai USD 8,92 miliar atau drop 11,57 persen jika dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu. Kalau dibandingkan dengan bulan sebelumnya, kinerja impor tersungkur 11,56 persen.

Dengan demikian, sepanjang Juli masih terjadi surplus USD 598,3 juta. Alarm kewaspadaan muncul pada indikator penurunan nilai impor bahan baku dan bahan modal yang selama Januari–Juli turun 12,12 persen dan 15,16 persen.

BACA JUGA: OJK Garansi Tax Amnesty tak Bikin Pasar Keuangan Alami Bubble

Sebaliknya, impor barang konsumsi justru meningkat 12,31 persen. Kepala Ekonom BCA David Sumual menyatakan, pertumbuhan impor bahan baku dan barang modal yang masih lemah merupakan pertanda negatif.

Sebab, volume impor bahan baku adalah indikator bergeraknya industri dalam negeri. ’’Sebab, kita impor bahan bakunya,’’ kata David di Hotel Millennium, Jakarta, kemarin (15/8).

BACA JUGA: Pemerintah Diminta Selektif Lakukan Pemotongan Dana Transfer Daerah

Impor bahan baku dan barang modal tersebut biasa terkait dengan investasi. ’’Harapannya, realisasi investasi pada semester kedua bisa lebih kencang lagi,’’ ujarnya.

Menurut David, tidak ada masalah jika terjadi kenaikan impor selama defisit neraca berjalan masih kurang dari tiga persen. Sebab, impor bahan baku dan barang modal juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi. ’’Kita kan ingin pertumbuhannya juga terus meningkat,’’ ungkapnya.

Kepala BPS Suryamin menjelaskan, surplus perdagangan pada Juli yang mencapai USD 598,3 juta masih lebih rendah daripada surplus Juni USD 900,2 juta. Juga lebih kecil jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencatat surplus USD 1,38 miliar.

Suryamin menambahkan, masih lemahnya kinerja perdagangan internasional merupakan dampak belum pulihnya perekonomian global. Hal tersebut berpengaruh pada kinerja ekspor dan impor, khususnya yang terhubung dengan negara mitra dagang utama. ’

’Ya, kita tidak bisa memungkiri memang perekonomian global belum pulih. Jadi, dampaknya pasti ke permintaan dan kegiatan dagang negara-negara mitra kita,’’ terangnya.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara berharap perekonomian Tiongkok terus melanjutkan tren perbaikan. Tetapi, hal itu perlu dibarengi dengan kebijakan tentang nilai tukar yuan agar lebih stabil.

’’Ekonomi Tiongkok bakal berpengaruh ke harga komoditas dan kebijakan kurs Tiongkok. Sebab, kebijakan kurs Tiongkok akan memengaruhi kurs negara lain,’’ paparnya. (ken/dee/rin/jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... JK Kunjungi BRI Digital di Terminal 3 Bandara Soetta


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler