jpnn.com, TARAKAN - Ekspor udang ke sejumlah negara dalam tiga tahun terakhir mengalami penurunan.
Berdasarkan catatan Dinas Pangan, Pertanian dan Perikanan (DP3) Tarakan, Kaltara, 2014 lalu nilai eskpor udang Tarakan bisa menembus 8.998 ton. Namun di 2015 turun menjadi 8.286 ton.
BACA JUGA: Dor! Hadeng Tewas di Belakang Kemudi Speedboat
Sementara tahun lalu mencapai 6.714 ton. Padahal, udang merupakan hasil perikanan andalan Tarakan untuk diekspor.
Menurut Kepala Bidang Perikanan DP3 Tarakan Husna Ersant Dirgantara, salah satu faktor penyebab turunnya ekspor karena masih ada petambak yang menggunakan bahan kimia, terutama Tiodan untuk membersihkan hama di tambak.
BACA JUGA: Nigeria dan Afsel Jadi Pintu Dagang Indonesia ke Afrika
Padahal, kata dia, meskipun manfaatnya cukup efektif membunuh hama dalam waktu singkat, namun tidak baik digunakan untuk pemanfaatan tambak dalam jangka panjang.
Sebab, akan merusak ekosistem di dalam tambak dan berdampak pada kualitas udang yang dihasilkan.
BACA JUGA: Genjot Ekspor, Promosi ke 3 Negara Eropa
“Dengan memberikan racun Tiodan memang instan, langsung mati. Tapi efeknya nanti kesuburan tanah akan menurun. Akibatnya, yang selama ini dengan sistem tradisional kita tidak memberikan pakan, hanya dari pakan alami yang tumbuh seperti plankton. Kalau (plankton, Red) itu tidak ada, otomatis produksi akan turun,” ujarnya, Kamis (10/8).
“Makanya dari dulu Dinas Perikanan tidak menganjurkan penggunaan Tiodan, karena terlalu keras. Kami lebih mengusulkan menggunakan Saponin karena lebih ramah lingkungan. Tapi memang biaya lebih mahal dan penggunaannya pun lebih banyak, sehingga ada beberapa petambak yang ingin instan menggunakan Tiodan,” sambungnya.
Pihaknya bersama Dinas Perikanan dan Kelautan (DPK) Kalimantan Utara akan menurunkan tim pemantauan penggunaan bahan kimia di tambak-tambak.
Dari pantauan tim nantinya diharapkan petambak bisa menggunakan bahan kimia yang terdaftar dan ada izin edarnya.
Menurut Ersant, larangan pengunaan Tiodan untuk tambak sebenarnya bukan hanya diterapkan di Tarakan atau Kaltara saja. Tapi, masyarakat Uni Eropa juga sudah tidak memperbolehkan penggunaan bahan kimia untuk budidaya tambak.
“Saat ini, Uni Eropa sangat genjar untuk pelarangan penggunaan bahan kimia. Makanya kemarin kita sempat didatangi Uni Eropa. Mereka mewanti-wanti jangan ada penggunaan bahan kimia di Kaltara,” tuturnya.
Terlepas hal itu, Ersan mengungkapkan bahwa penggunaan bahan kimia sebenarnya hanyalah satu di antara sejumlah faktor penyebab menurunnya ekspor udang dari Tarakan.
Faktor lain adalah daya dukung lahan yang juga sudah turun, karena pemanfaatan tambak kebanyakan usianya sudah belasan hingga puluhan tahun.
Selain itu, kualitas air juga ikut memengaruhi akibat pertumbuhan penduduk dan industri di sekitar tambak. Ini erat kaitannya dengan pencemaran lingkungan.
“Seperti perkebunan sawit, batu bara di Sekatak, itu sangat memengaruhi karena mereka pasti menggunakan bahan kimia seperti mercury. Itu nantinya akan memengaruhi kualitas air di lingkungan tambak,” paparnya.
“Jadi, banyak faktor yang sebetulnya menyebabkan penurunan produksi udang kita. Sekitar 10 sampai 15 persen setiap tahunnya,” tambahnya.
Untuk meningkatkan produksi, dia mengaku dari segi teknis merupakan ranah pihaknya. Tapi, dari secara keseluruhan menjadi tanggung jawab semua pihak.
Mulai dari di hulu seperti provinsi mengatur bagaimana adanya industri, kemudian melakukan pembinaan, termasuk masalah kualitas bibit.
“Makanya kami berupaya menyediakan bibit yang berkualitas,” imbuhnya. (mrs/fen)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Surplus Neraca Perdagangan Tertinggi sejak 2012
Redaktur & Reporter : Soetomo