Para peneliti bidang ilmu kedokteran di Amerika Serikat telah menemukan pengobatan baru yang efektif bagi autisme dalam ekstrak brokoli.
Para peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas John Hopkins melakukan eksperimen buta selama 18 minggu terhadap lebih dari 40 laki-laki muda dengan autisme akut.
BACA JUGA: Aturan Penjara Bebas Asap Rokok Diberlakukan, Serangan terhadap Sipir Meningkat
Eksperimen buta didesain untuk menguji dampak dari sebuah pengobatan atau substansi dengan menggunakan sejumlah kelompok subyek eksperimental dan kontrol yang di dalamnya, baik subyek maupun para peneliti, tak mengetahui pengobatan atau substansi mana yang diberikan kepada kelompok tertentu.
BACA JUGA: Pesawat Ringan Jatuh di Pemukiman Melbourne, Satu Tewas
Studi ini menemukan, dampak yang terjadi pada mereka yang diberi ekstrak brokoli sungguh transformatif.
Salah satu peneliti utama, yakni Profesor Paul Talalay, mengatakan, selama periode eksperimen buta berlangsung, menjadi cukup jelas bagi para orang tua, perawat, dan profesional bahwa ada beberapa perubahan dramatis dalam perilaku.
BACA JUGA: Tony Abbott Akan
“Jadi saya harus bilang kami agak skeptis dan agak bertanya-tanya apakah tak ada sesuatu yang salah dengan studi ini. Dan kami memiliki semua data profesional yang diperiksa oleh sebuah perusahaan independen untuk memastikan bahwa tak akan ada kesalahan sistematis apapun," jelasnya.
Saat ini, selain program modifikasi perilaku, belum ada pengobatan medis yang efektif bagi autism.
“Hampir seluruh upaya penanganan autisme sekarang – dan ada ratusan banyaknya – berhubungan dengan percobaan untuk memperbaiki dampak perilaku, yang merupakan tujuan akhirnya,” tutur Profesor Paul.
Ia meneruskan, “Tapi intinya adalah bahwa ini didesain untuk melihat penyebabnya, mekanisme inti ketimbang gejalanya, dan itu belum pernah dilakukan sebelumnya atau sangat jarang dilakukan sebelumnya, anggap saja seperti itu.”
Dalam eksperimen buta ini, baik subyek penelitian maupun para peneliti tak mengetahui pengobatan apa yang diterima subyek – misalnya, aktif atau lamban.
Profesor Paul mengatakan, ia menyadari bahwa jumlah sampel dama penelitian ini kecil.
“Anda tahu, Jurnal Kedokteran New England, tentu saja, menerbitkan ratusan dan ribuan individu dalam penelitian. Tapi kemudian anda melihat lebih dekat dan mereka hampir harus melakukannya karena dampak dari sebagian besar fenomena yang mereka amati sungguh kecil,” ungkapnya.
Ia menerangkan, “Jadi untuk mendapatkan sampel dari efek yang kecil, anda harus memiliki jumlah individu yang cukup besar. Jadi karena kami mendapat efek yang agak besar, tak menjadi masalah jika studi ini relative kecil.”
Universitas John Hopkins telah meneliti berbagai aspek yang berbeda dari studi ini, selama beberapa tahun.
“Pada autism, kami mulai sekitar 4 tahun lalu, dalam upaya untuk mengatur oksidasi dan informasi serta dampak panas. Hal itu telah berlangsung selama 25 tahun di Universitas kami tapi mereka tak pernah berhubungan dengan autism,” urainya.
Ia menambahkan, “Dan adalah ketika kami menyadarai bahwa dalam autisme, ada sejumlah kerusakan yang nyatanya dikoreksi oleh bahan kimia tanaman yang kami proses untuk melakukan studi klinis ini.”
Profesor Paul tak membantah bahwa ini adalah masalah yang rumit dan mereka belum siap mengumumkan ke masyarakat mengenai apa yang harus dilakukan.
“Untuk saat ini, saya pikir bahwa nasehat untuk mengkonsumsi diet berbasis tumbuhan adalah saran yang benar. Bahkan jika kita tak mengetahui secara pasti berapa banyak ekstrak yang mereka dapat, mereka akan mendapatkannya dan hal itu akan bermanfaat,” sambungnya.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemalsuan Seni Indonesia Dibahas di Melbourne