jpnn.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung RI menetapkan dua tersangka baru kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Jaksa Agung RI Sanitiar (ST) Burhanuddin menyebut kedua tersangka itu ialah Tbk Emirsyah Satar (ES) selaku mantan direktur utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo (SS).
BACA JUGA: Detik-Detik AKP ZA dan Istri Perwira Digerebek Warga, Ada Teriakan
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara pada Senin (27/6).
"Kami menetapkan dua tersangka baru, yaitu ES selaku direktur utama PT Garuda, yang kedua adalah SS selaku direktur utama PT Mugi Rekso Abadi," kata ST Burhanuddin di Gedung Kejaksaan Agung RI pada Senin.
BACA JUGA: Perbuatan AKP Zainal Mencoreng Polri, Hukuman Berat Menanti
Dia mengatakan penyidik tidak melakukan penahanan terhadap Emirsyah dan Soetikno meskipun berstatus tersangka korupsi.
Sebab, Emirsyah dan Soetikno saat ini sedang menjalani masa penahanan atas kasus dugaan korupsi di perusahaan BUMN itu yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
BACA JUGA: Ini Peluang Kerja Bagi Honorer Tak Lulus PPPK, Gaji Besar
"Tidak dilakukan penahanan karena masing-masing sudah menjalani pidana atas kasus PT Garuda yang ditangani oleh KPK," ujar Burhanuddin.
Dalam kasus korupsi pengadaan pesawat Garuda Indonesia tersebut, total kerugian negara berdasarkan hasil audit mencapai Rp 8,8 triliun.
Atas perbuatan Emirsyah dan Soetikno, mereka dijerat Pasal 2 Ayat (1) Subsider Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tiga orang tersangka dalam perkara itu.
Ketiga tersangka itu ialah Captain Agus Wahjudo selaku Executive Project Manager Aircraft Delivery Garuda periode 2009-2014, Vice President Strategic Management Office Garuda periode 2011-2012 Setijo Awibowo.
Tersangka lain dugaan korupsi Garunda Indonesia ialah Vice President Treasury Management Garuda periode 2005-2012 Albert Burhan. (cr3/jpnn)
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama