jpnn.com - JAKARTA -- Terdakwa kasus dugaan suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan Lampung, Izedrik Emir Moeis mengaku dirinya adalah dari sejarah politik.
Emir mengungkapkan dirinya sudah mengenal kehidupan sejarah dan politik sejak masih kecil ketika Bung Karno masih menjadi Presiden RI.
BACA JUGA: Simpatisan Golkar Paling Banyak Ditilang
Hal ini disampaikan Emir saat membacakan nota pembelaan pribadi (pledoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis, (19/3).
Sebelum menjelaskan pembelaan dirinya dalam kasus itu, Emir membeberkan riwayat hidupnya hingga prestasi-prestasinya sejak muda. Termasuk soal ayahnya, Inche Abdul Moeis, yang adalah anggota dan pengurus Partai Nasionalis Indonesia (PNI).
BACA JUGA: Golkar Harap MK Pertahankan Presidential Treshold
"Ayah saya pernah menjadi anggota parlemen -dari 1950 sampai 1955. Pada tahun 1955, beliau diangkat menjadi Gubernur/Kepala Daerah Swatantra Tingkat 1 Kalimantan Timur, yang dijabatnya hingga tahun 1960," ujar Emir dalam sidang.
Emir menyatakan selama di Jakarta, ia disekolahkan bersama anak-anak Presiden pertama Indonesia, Soekarno di sekolah di Yayasan Perguruan Cikini yang tak jauh dari rumahnya di Jalan Teuku Umar.
BACA JUGA: KPK Geledah Gunung Geulis Country Club
Oleh karena itu, ia berkesempatan mengenal semua anak Bung Karno yang juga bersekolah di tempat yang sama. Ia sempat beberapa kali bisa bertemu Bung Karno karena dekat dengan anak-anaknya.
"Karena perkenalan itu pula saya bisa mengunjungi Istana Merdeka di kala kecil untuk hadir pada saat acara-acara ulang tahun mereka, sekaligus berkesempatan bisa bertemu Bung Karno," ujarnya.
Emir mengaku sebelum mengikuti PDIP, ia memulai karir sebagai dosen di Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FT UI), dan diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada tahun 1976.
Tahun 1980 ia mengambil pendidikan S2 di Jurusan MIPA Fakultas Pasca Sarjana UI, dan memperoleh gelar Magister. Selanjutnya, di bidang yang sama, ia memperdalam lagi di Lulea University, di Swedia. Pada tingkat doktoral Emir mengambil di Massachusets Institute Technologi (MIT), di Amerika Serikat.
Di bidang politik, ia langsung menjadi anggota PNI Muda, di tahun 1968. Karena dekat dengan Megawati Soekarnoputri, ia bergabung dengan PDI Pro-Mega (PROMEG) di tahun 1997, dan akhirnya menjadi anggota DPR RI pada tahun 1999.
Tak hanya itu pengalaman politiknya. Emir mengaku di awal reformasi tahun 1998, dengan beberapa kawan dosennya ia membuat serangkaian kegiatan. Puncaknya, adalah menuntut agar Presiden Soeharto lengser.
Pledoi Emir ini banyak menuliskan kebanggaannya terhadap kaum Marhaenis dan tokoh-tokoh PNI. Ia juga terlihat bangga karena mengikuti sejarah perjuangan Bung Karno.
Apalagi berbagai pengalaman politik sudah dijalani Politikus senior PDIP ini sejak Presiden pertama hingga Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, sayangnya kebanggaannya runtuh juga setelah terbelit kasus dugaan korupsi di KPK. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jaksa KPK Membantah telah Mempolitisasi Skandal Century
Redaktur : Tim Redaksi