jpnn.com - JAKARTA--Mampukah polisi mengungkap pelaku penembakan Bripka Sukardi? Pertanyaan itu mencuat seiring rekam jejak polisi yang seolah kesulitan menangkap pelaku penembakan dalam kasus-kasus sebelumnya.
Total ada empat kasus penembakan polisi dalam dua bulan terakhir. Empat anggota Korps Bhayangkara tewas dalam rangkaian peristiwa tersebut. Sayang, sampai saat ini polisi belum juga berhasil mengungkap pelaku dari penembakan tersebut.
BACA JUGA: Pembunuhan Sukardi Direkonstruksi Pekan Depan
Dalam kasus penembakan Aipda Patah Saktiyono (anggota Polsek Gambir, Jakarta Pusat) dan Aiptu Dwiyatno (anggota Polsek Cilandak, Tangsel), identitas ciri pelaku masih gelap. Polisi kesulitan menganalisis siapa pelaku penembakan tersebut. Yang lebih ironis terjadi pada kasus penembakan Aiptu Kus Hendratna dan Bripka Ahmad Maulana. Keduanya anggota Polsek Pondok Aren, Tangsel. Polisi sudah membuat sketsa wajah dan mengantongi identitas pelaku. Namun, hingga kini belum ada tanda-tanda keduanya bakal tertangkap.
Kadivhumas Mabes Polri Irjen Ronny F Sompie menyatakan, perburuan pelaku penambakan tersebut memang tidak mudah. Pola mereka sudah mulai meniru kelompok Dr Azahari. "Para pelaku ini, setelah melakukan eksekusi, oleh kelompoknya langsung disembunyikan," terang Ronny kemarin.
BACA JUGA: Intrepid Merasa Korban Sistematis Pengalihan IUP
Berbeda dengan pelaku kejahatan biasa yang pelakunya melarikan diri, dalam kasus penembakan polisi seperti di Tangsel ada organisasi yang rapi di belakangnya. Ronny menegaskan bahwa perburuan terhadap para pelaku penembakan tidak dihentikan. Jajarannya butuh waktu untuk mengungkap kasus-kasus tersebut.
Sementara itu, indikasi jika pelaku penembakan Bripka Sukardi bukan berasal dari kelompok teroris makin menguat. Mabes Polri menyatakan bakal menerapkan pasal pembunuhan berencana jika pelaku berhasil ditangkap. Opsi penggunaan UU Terorisme menjadi pilihan terakhir.
BACA JUGA: RUU ASN Disahkan Akhir 2013
Menurut Ronny, hasil olah TKP dan gelar perkara yang dilakukan penyidik menyatakan jika pasal-pasal dalam KUHP akan diutamakan. "Antara kasus terdahulu, yang dialami rekan-rekan kami di wilayah perbatasan Jaksel dengan Tangsel, kemungkinan berbeda dengan kasus terakhir," terangnya.
Dari kaliber peluru saja sudah diketahui perbedaannya. Di Tangsel, pelaku menggunakan peluru kaliber 9,9 mm. Sedangkan, dalam kasus kali ini pelaku menggunakan peluru kaliber .45 (titik 45, bukan kaliber 4,5 seperti diberitakan sebelumnya). Kemudian, pelaku penembakan Sukardi memilih lokasi eksekusi di jalur yang ramai.
Penyidik menerapkan pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana) subsider pasal 338 KUHP tentang pembunuhan biasa dan/atau pasal 364 (4) tentang pencurian dengan kekerasan yang menyebabkan korban meninggal dunia. Pasal 365 diterapkan karena pelaku juga mengambil senjata revolver milik korban.
Saat olah TKP pasca kejadian Selasa malam (10/9) lalu, tidak tampak anggota densus 88 yang datang. Sebagian besar petugas berasal dari reserse, tim identifikasi Polres Metro Jakarta Selatan, dan Inafis Polda Metro Jaya. Sejumlah brimob dan sabhara juga diterjunkan, namun untuk pengamanan.
Hal itu berbeda dengan kejadian di Tangsel yang membuat dua polisi gugur. Saat itu sejumlah anggota Densus 88 tampak bersiaga di sekitar lokasi kejadian. Ada dugaan penembakan tersebut terkait aktivitas pengawalan oleh Sukardi yang kemarin resmi naik pangkat menjadi Aipda (anumerta).
Ronny memastikan bahwa Polri tidak melarang anggotanya melakukan usaha sampingan sebagai tambahan penghasilan. Tidak ada aturan yang melarang anggota polri memiliki pekerjaan lain di luar jam dinas. Namun, jika melakukan pekerjaan sampingan, apalagi yang berisiko membahayakan nyawa seperti pengawalan, sebaiknya sesuai dengan prosedur. "Kalau sendirian jelas berbahaya," tutur alumnus Akpol 1984 itu.
Akan lebih baik jika dia melapor ke pimpinan untuk member perlindungan, minimal rekan untuk menemani. Dengan begitu, pengawalan bisa dilaksanakan dengan aman. "Kalau yang itu (Sukardi) tidak sesuai prosedur," lanjutnya.
Saat ini penyidik masih meneliti rekaman CCTV yang diberikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kebetulan, lokasi penembakan ada di depan gedung komisi antirasuah itu. Penyidik juga mengupayakan agar semua gedung yang dilewati oleh Sukardi selama pengawalan bisa memberikan rekaman CCTV yang mengarah ke jalan. Tujuannya, mendeteksi pergerakan pelaku sebelum terjadi penembakan.
Kapolri Timur Pradopo menyatakan pihak kepolisian akan terus berupaya mengusut tuntas kasus yang menewaskan salah satu bawahannya tersebut. Menurut dia, hasil yang ditemukan TKP kali ini berbeda dibanding kasus-kasus penembakan sebelumnya. Karena itu, tim yang menangani pun tidak sama.
"Intinya bukan tim yang tangani tiga TKP sebelumnya. Artinya, kita terus bergerak. Kita sudah tugasi yang lain-lain supaya lebih fokus. Ini kita masih dalam menghiimpun keterangan saksi dan olah TKP," papar Timur di Kompleks Istana Kepresidenan kemarin.
Soal pengawalan yang dilakukan Bripka Sukardi pada malam kejadian, Timur tidak membenarkan maupun membantah bahwa tindakan tersebut menyalahi prosedur. Dia hanya menegaskan pihak kepolisian lebih fokus pada insiden penembakan. "Itu semua nanti ada yang tangani propam. Kita fokus pada masalah penembakan. Sekarang fokus dulu bagaimana mengungkapnya,"ujarnya.
Timur membantah jika anak buahnya tersebut disebut melakukan pekerjaan sambilan dengan melakukan pengawalan. Menurut dia, yang bersangkutan hanya memberikan pelayananan kepada masyarakat yang membutuhkan jasa kepolisian. "Nggak ada polisi nyambi. Yang jelas polisi memberikan pelayanan," tegasnya.
Di bagian lain, Menkopolhukam Djoko Suyanto menyatakan pihaknya bisa memahami kesulitan pihak kepolisian dalam mengungkap pelaku penembakan melalui video CCTV. "Kelompok ini kelompok kecil. Malam pakai helm, jadi tidak bisa teridentifikasi wajahnya," paparnya di Kompleks Istana Kepresidenan kemarin. Djoko meminta masyarakat bersabar sementara pihak kepolisian bekerja keras mengungkap kasus tersebut. (byu/ken/ca)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Alasan KPK Sering Undang Politisi PDIP Berdiskusi
Redaktur : Tim Redaksi