jpnn.com - SURABAYA – Isu reshuffle kabinet makin kencang. Mantan Dubes Indonesia untuk Swiss Joko Susilo pun ikut komentar.
Djoko yang kini juga seorang pengamat politik itu menyebut nama beberapa menteri yang menurutnya layak dicopot dari kabinet.
BACA JUGA: Dana Pensiun Buruh Minimal Rp 300 Ribu per Bulan, Diterima 2030, Bisa Beli Apa?
Ditemui selepas diskusi terbatas tentang tema Kondisi Indonesia dan Reshuffle Kabinet Kerja Jokowi di gedung Pimpinan Daerah Muhammadiyah Surabaya, kemarin (9/1), Djoko menyebut bahwa reshuffle Kabinet Kerja Jokowi ini merupakan momentum yang sempurna.
“Ini bagus mumpung awal tahun,” ujarnya. Menurut pandangan Djoko Reshuffle kali ini sebenarnya lebih difokuskan untuk perbaikan di sektor ekonomi.
BACA JUGA: PENGUMUMAN! Instansi Ini Ancang-ancang Buka Lowongan CPNS
Djoko mencontohkan beberapa menteri yang layak dicopot karena nilai perform yang rendah dan ketidakmampuan membikin terobosan, diantaranya adalah Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Ja’far, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, Menteri BUMN Marini Soemarno dan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan.
Djoko menilai, meskipun Jonan memiliki prestasi saat menangani PT KAI, dia kerap membuat keputusan-keputusan yang bermasalah.
BACA JUGA: Suami Korban Kebakaran Tuding Inul Daratista tak Bertanggung Jawab
“Seperti peraturan melarang ojek (online), dan kasus mundurnya dirjen perhubungan darat,” Terang mantan pimpinan Suara Muhammadiyah ini. Namun menurut Djoko, Kemendesa-PDTT adalah kementerian dengan nilai kinerja terendah.
Djoko yang juga merupakan salah satu dari tim 9 bentukan Menpora juga melontarkan spekulasi bahwa jatah menteri dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) akan berkurang.
Meskipun begitu, bukan berarti menteri-menteri PKB tidak kompeten. “Seperti Imam Nahrowi, itu kinerjanya bagus,” ujarnya.
Tentang keberadaan tokoh- tokoh berlatar belakang NU yang duduk di kabinet, Djoko menilai bahwa hal tersebut merupakan hal yang amat menyolok. Melihat bahwa tak ada satupun tokoh berlatar belakang Muhammadiyah yang duduk di kabinet.
“Apakah pemerintah ini tidak ngreken Muhammadiyah?” ujarnya. Namun Djoko membantah adanya sebuah intrik politik di balik itu. Menurutnya, itu dikarenakan Muhammadiyah tidak pernah mengajukan maupun mempersiapkan tokoh-tokohnya untuk duduk di kabinet.
Djoko menambahkan, sepinya peranan Muhammadiyah di kabinet lebih karena disebabkan oleh “kesalahan taktis” Muhammadiyah sendiri.
Ia menyayangkan ketua PP Muhammadiyah waktu itu, Din Syamsuddin yang menolak tawaran untuk menjadi wakil presiden. “Hal seperti ini yang berbicara seharusnya buya (Syafi’i Ma’arif, red), kalau beliau angkat bicara, seluruh Muhammadiyah akan ikut,” tegasnya. (tau)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kepengurusan Golkar Tak Ada yang Sah Kalau...
Redaktur : Tim Redaksi