Empat Poin Revisi UU KPK Bikin Demokrat Merasa Ngeri

Jumat, 19 Februari 2016 – 14:49 WIB
Penyidik KPK. Foto: dok JPNN

jpnn.com - JAKARTA – Polemik seputar revisi Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus bergulir.

Wakil Ketua Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat Boyke Novrizon menilai langkah merevisi UU KPK hanya akan melemahkan lembaga antirasuah itu.

BACA JUGA: KPK Bawa Nama Rakyat Tolak Revisi UU 30/2002

Dia menuding ada upaya menghalang-halangi KPk dalam menjerat para pelaku korupsi oleh pemerintah dan didukung oleh 8 Fraksi di DPR, diantaranya PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Nasdem, Partai Hanura, PPP, PKB, dan PAN.

“Padahal rakyat Indonesia menginginkan agar Indonesia bisa keluar dari benang kusut korupsi, agar kemudian bisa menjadi sebuah negara yang kuat secara ekonomi dan politik, serta negara yang memegang teguh etika dan moral karakter rakyatnya, terutama pejabat negara, pemimpin serta birokrat,” ujarnya, Jumat (19/2).

BACA JUGA: Berharap Presiden Jokowi segera Tentukan Sikap

Boyke mencatat  ada 4 point yang dianggap sangat mengkhawatirkan karena tidak hanya melemahkan kekuatan KPK, namun lebih jauh lagi bisa membunuh eksitensi serta karakter KPK.

Pertama, dibentuknya Dewan Pengawas. Menurut Boyke pembentukan Dewan Pengawas terhadap KPK akan membatasi ruang gerak dan  langkah Instansi ini dalam melakukan kinerja'nya melakukan pencegahan dan pemberantasan Korupsi di Indonesia.

BACA JUGA: Kemenpar Bakal Luncurkan Program 1000 Homestay di Kawasan Wisata Ini

Kedua, dibatasinya kewenangan penyadapan dibatasi. Apabilla kewenangan ini di cabut maka kekuatan KPK dalam melakukan proses pengawasan terhadap target koruptor akan hilang dan mati.

Ketiga, pemberlakuan SP3. Boyke mengungkapkan  dengan diberlakukannya SP3 di instasi KPK, maka akan membuka ruang negosiasi kasus, intervensi dari kekuatan politik luar, serta akan terjadinya transaksional kepentingan yang dilakukan para oknum para pimpinan KPK terutama kasus korupsi besar yang juga bernuansa politik.

“Surat Perintah Penghentian Penyidikan ini akan dapat di manfaatkan kapan pun oleh para koruptor yang bekerjasama dengan kekuatan Partai Politik dan  Penguasa dalam mencapai kepentingannya dalam membeli kasus para koruptor,” paparnya.

Keempat, rekruitmen penyelidik dan  penyidik independen. Padahal,  pada pasal 43 dan 45 UU KPK, penyidik harus berasal dari Kepolisian dan Kejaksaan Agung yang diperbantukan. “Bukan merekrut Penyidik Independen diluar kedua instansi Kepolisian dan Kejaksaan,” tegas Boyke yang juga Ketua Umum Angkatan Muda Demokrat (AMD).

Boyke berkesimpulan dalam upaya revisi tersebut tidak ada satu pun pasal yang memperkuat KPK atas kewenangan itu. Sebaliknya, dengan dilakukannya revisi  UU KPK maka secara otomatis kewenangan kekuatan di lemahkan juga diperkecil, serta Indendensi KPK dipertanyakan keabsahannya. (sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 5 Hari di AS, Hasilnya Apa Pak Jokowi?


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler