Enam Catatan Kritis YLBHI untuk Polri di Hari Bhayangkara ke-74

Rabu, 01 Juli 2020 – 17:26 WIB
Ucapan selamat HUT Bhayangkara ke-74 dari Presiden Jokowi. Foto: Instagram Jokowi

jpnn.com, JAKARTA - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat enam permasalah Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang perlu diperbaiki pada Hari Bhayangkara ke-74, Senin (1/7).

Dalam rilis yang dikirimkan Kepala Divisi Advokasi YLBHI Muhammad Isnur, permasalahan pertama yang menjangkiti kepolisian terkait penanganan kasus dugaan tindak pidana penodaan agama.

BACA JUGA: Update Corona 1 Juli: Pertambahan Kasus Positif Covid-19 Cetak Rekor Lagi

YLBHI menganggap polisi tidak jelas dalam mengusut dugaan kasus penodaan agama. Polisi terkesan melakukan pengusutan karena desakan massa.

"Bahkan penangkapan dan penahanan tersebut tidak jarang berbuntut pada tidak jelasnya perkara tersebut sehingga yang tampak, polisi hanya menjadi alat pelegitimasi desakan massa atau publik semata," tulis Isnur.

BACA JUGA: Update Corona 1 Juli: Pertambahan Pasien Sembuh di Jawa Timur Menggembirakan

Permasalah kedua dari kepolisian berkaitan dengan keterlibatan Korps Bhayangkara dalam konflik lahan dan perampasan tanah.

YLBHI menilai kepolisian acap kali melindungi salah satu yang memiliki kepentingan jika terdapat konflik lahan.

BACA JUGA: Ada Tujuh Amanat Presiden Jokowi untuk Polri di Hari Bhayangkara

Selanjutnya, YLBHI menganggap kepolisian menjadi bagian otoritarianisme pemerintah. Misalnya, polisi membatasi penyampaian pendapat di muka umum, penggunaan pasal makar secara sembarangan, dan mengembalikan dwi fungsi aparat keamanan.

"Misalnya, Ketua KPK RI hingga 2023 nanti, Komjen Firli Bahuri yang juga masih berstatus anggota POLRI aktif dan beralasan di KPK adalah penugasan. Selain Firli, tercatat ada 13 polisi lainnya dengan posisi paling rendah Inspektur Jenderal (Irjen) dan paling tinggi Jenderal yang mengisi posisi strategis lembaga dan kementerian," ungkap YLBHI dalam rilisnya.

Selanjutnya, YLBHI menyinggung tentang tingginya angka penyiksaan yang dilakukan kepolisian. YLBHI mencatat pada 2019, terdapat 1.847 korban dari 160 kasus mendapatkan pelanggaran fair trial.

"Aparat kepolisian merupakan aktor paling dominan dalam kasus kejahatan pelanggaran fair trial tersebut yakni sekitar 57 persen," tulis rilis YLBHI itu.

Kemudian YLBHI menyoroti banyaknya pelanggaran dalam proses penyelidikan dan penyidikan oleh kepolisian.

Permasalahan terakhir yakni dugaan sandiwara dalam kasus penyiraman air keras ke Novel Baswedan.

Atas catatan tadi, YLBHI meminta Presiden RI sebagai atasan langsung dari Kapolri Jenderal Idham Azis untuk memberi perhatian yang serius terhadap segenap bentuk persoalan kepolisian.

Selanjutnya, YLBHI meminta DPR RI melakukan tugas-tugas konstitusionalnya secara serius. Utamanya dalam melakukan pengawasan kepada Pemerintah dan juga Kepolisian RI.

"Meminta Polri segera menghentikan segala bentuk tindakan yang menunjukkan pelanggarannya terhadap hukum dan hak asasi manusia," timpal YLBHI dalam rilisnya. (mg10/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler