Energy Watch Dukung Presiden Jokowi Menggenjot Hilirisasi Nikel dan SDA Lainnya

Rabu, 07 Desember 2022 – 21:36 WIB
Ilustrasi - Hilirisasi Nikel. Foto: Dok. Kemenkomarves

jpnn.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung soal VOC dan kompeni seusai adanya ekspor paksa setelah gugatan dari Uni Eropa ke Indonesia di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait larangan ekspor bijih nikel yang diterapkan pemerintah sejak 2020.

Meski ditekan Uni Eropa, Presiden Jokowi berkomitmen untuk terus menggenjot hilirisasi nikel dan sejumlah sumber daya alam (SDA) lainnya agar dimanfaatkan bagi kemakmuran masyarakat dan menjadikan Indonesia dari negara berkembang menjadi negara maju.

BACA JUGA: Soal Larangan Ekspor Nikel, Yulian Gunhar Dukung Perlawanan Pemerintah terhadap WTO

Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan hilirisasi berbagai sumber alam dan pemilik cadangan nikel terbesar di dunia bisa menjadi salah satu pendorong Indonesia menjadi market leader atau pemimpin pasar dunia produk hilirisasi.

“Maju atau enggaknya negara itu kan tidak hanya dari hilirisasi, tetapi memang dengan adanya hilirisasi ini bisa memberikan suatu nilai tambah. Kalau memang bersifat secara masif Indonesia menjadi market leader atau menjadi negara maju dalam industri nikel,” ujar Mamit, Rabu (7/11/2022).

BACA JUGA: PKS Minta Pemerintah Revisi Tata Kelola Nikel

Oleh karena itu, perlu usaha untuk mengarah pada upaya menjadi negara maju. Namun, indikator negara maju bukan hanya dari hilirisasi, tetapi bisa jadi dengan hilirisasi berjalan dengan maksimal bukan hanya nikel menghilirisasi yang lain juga dilakukan.

Lebih lanjut, Mamit mengatakan untuk menjadi negara maju, Indonesia juga harus mampu mandiri secara energi serta sumber daya alam yang dikelola secara maksimal untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

BACA JUGA: 3 Mandat Pemerintah untuk MIND ID, Nikel Jadi Komponen Kunci

“Mandiri juga secara energi dan sumber daya alam bisa jadi kita menjadi negara yang maju yang bisa menjadi market leader misalnya di sektor energi storage atau baterai dengan nikel yang kita punya,” ucapnya.

Lebih lanjut Mamit menyampaikan sudah waktunya Indonesia menghentikan ekspor bahan mentah dan mendukung penuh hilirisasi karena terbukti memberikan multiplayer efek, membuka lapangan pekerjaan, memberikan nilai tambah serta mengkatrol penerimaan negara secara signifikan.

Dia menjelaskan alasannya dirinya mendukung hilirisasi terhadap mineral.

Menurut dia, hal itu memberikan multiplayer efeknya yang cukup besar baik bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah dan juga membuka lapangan pekerjaan.

Selain itu, penerimaan negara pasti bertambah dan meningkat signifikan.

Mamit meminta negara-negara di Eropa yang menggugat Indonesia tidak hanya menikmati bahan mentah, namun juga menanamkan investasinya, mendorong produk dari hilirisasi menjadi barang yang sepenuhnya jadi di tanah air.

“Makanya saya katakan kalau kalian (Uni Eropa) mau nikel, investasi di Indonesia dong jangan mau mentahnya saja. Investasi bangun hilirisasi bahkan dengan kemampuan mereka, mereka bisa bangun end to end, dalam artian saat ini kan hilirisasi cuma sampai di seperempat jadi tetapi produk jadi,” ujar Mamit.

Mamit mencontohkan baterai atau kendaraan listrik. Multiplayer efeknya jauh lebih besar dan masyarakat kita juga bisa menikmati produk dalam negeri.

“Jadi, ini harus dipersiapkan oleh pemerintah untuk memberikan kemudahan berinvestasi dalam rangka pengembangan program hilirisasi menjadi end to end,” ujar Mamit.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler