Epidemiolog UI: Pelabelan BPA untuk Mengedukasi Masyarakat

Selasa, 21 Juni 2022 – 15:17 WIB
BPOM tengah menggodok regulasi pelabelan risiko BPA . Foto ilustrasi: antaranews.com

jpnn.com, JAKARTA - Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Pandu Riono meminta kalangan industri tak perlu berlebihan merespons regulasi pelabelalan Bispheno A (BPA).

Sebab, kata dia, potensi bahaya kimia BPA pada kesehatan dan keselamatan publik merupakan sesatu yang nyata. Pelabelan tersebut justru untuk mengedukasi masyarakat.

BACA JUGA: Bahaya BPA Tak Terbantahkan, BPOM Lakukan Ini

"BPA, kan, fungsinya menjadikan plastik keras dan jernih (tembus pandang). Namun, bisa berpindah ke makanan atau minuman," kata Pandu saat dihubungi awak media, baru-baru ini.

Pandu mengungkapkan bahwa banyak penelitian menunjukkan kandungan BPA ditemukan di cairan kemih dan pada binatang. "Ini berbahaya," imbuh Pandu.

BACA JUGA: BPOM Diminta Bersikap Adil Terkait Pelabelan BPA

Menurutnya, kekhawatiran terkait bahaya BPA adalah sifatnya global dan bisa diukur dari regulasi ketat di banyak negara yang tidak memperbolehkan lagi menggunakan wadah mengandung BPA.

"Di beberapa negara bahkan ada kewajiban pelabelan 'Free BPA' (Bebas BPA), tujuannya untuk edukasi masyarakat," ujarnya.

BACA JUGA: Kepala BPOM Sebut Kausalitas BPA dengan Penyakit Tertentu Belum Jelas

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kini tengah merampungkan peraturan pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang berbahan polikarbonat, jenis plastik yang pembuatannya menggunakan BPA.

Mendominasi pasar, produsen galon jenis tersebut nantinya diwajibkan untuk mencantumkan label peringatan "Berpontensi Mengandung BPA" terhitung tiga tahun sejak aturan disahkan.

"Tujuan pelabelan BPA semata melindungi masyarakat. Jadi, industri tak perlu berlebihan dalam bersikap," katanya.

Penelitian dan riset mutakhir menujukkan BPA bisa menimbulkan gangguan hormon kesuburan pria maupun wanita, diabetes dan obesitas, gangguan jantung, penyakit ginjal, kanker hingga gangguan perkembangan anak.

Sebelumnya, Deputi Bidang Pengawasan Pangan BPOM, Rita Endang menyatakan rancangan regulasi pelabelan BPA untuk tahap awal hanya menyasar produk galon guna ulang.

Menurutnya, sekitar 50 juta lebih warga Indonesia sehari-harinya mengonsumsi air kemasan bermerek. Dari total 21 miliar liter produksi industi air kemasan per tahunnya, 22% di antaranya beredar dalam bentuk galon guna ulang. Dari yang terakhir, 96,4% berupa galon berbahan plastik keras polikarbonat.

Artinya, kata Rita, 96,4% itu mengandung BPA. Hanya 3,6% yang PET (Polietilena tereftalat).

"Inilah alasan kenapa BPOM memprioritaskan pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang," jelas Rita. (jlo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler