Epidemiolog Ungkap Alasan Dunia Makin Rentan Terserang Wabah dan Virus

Senin, 06 Juni 2022 – 22:42 WIB
Warga beraktivitas tanpa menggunakan masker di ruang terbuka di Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (18/5). ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah/aww.

jpnn.com, JAKARTA - Sejak dirundung pandemi, kondisi dunia makin rentan terjangkit berbagai jenis wabah dan varian virus Covid-19.

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menyatakan wabah dan virus yang bermunculan ini bisa mengancam kualitas kesehatan manusia.

BACA JUGA: Epidemiolog Menilai Kebijakan Kementan soal Penanganan PMK Sudah Tepat

“Ini harus disadari bahwa dunia tidak sama lagi seperti sebelum pandemi Covid-19. Dunia makin rawan terhadap penyakit menular, khususnya yang (menularkan, red) lewat udara,” katanya di Jakarta, Senin (6/6).

Dia menuturkan, kondisi bumi jauh lebih buruk. Kualitas udara di dalam maupun luar ruangan kian buruk.

BACA JUGA: Epidemiolog Ingatkan Prokes Meski Ada Pelonggaran Syarat Perjalanan

Akibatnya, banyak penyakit yang menyebabkan terjadinya infeksi pada saluran pernapasan atas.

Dicky menjelaskan, perilaku manusia yang makin berubah dan terkadang tidak peduli pada alam menjadi salah satu penyebab munculnya wabah atau virus yang membahayakan kesehatan manusia.

BACA JUGA: Kabar Gembira dari Dokter Saifudin Terkait Covid-19 di Madura

“Masing-masing harus bisa menilai, apakah kualitas udara di kantor misalnya sudah diperbaiki? Masalah Covid-19 jangan hanya vaksinasi, tetapi kualitas udara juga harus diperbaiki,” ujarnya.

Dicky mengatakan semua pihak harus meningkatkan pengetahuan akan sebab akibat serta upaya melindungi diri dari wabah tersebut.

Saat wabah kolera, cara yang dapat dilakukan adalah memperbaiki kualitas air dan mengubah perilaku hidup jadi lebih bersih.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk melindungi diri dari polusi ataupun penularan penyakit melalui udara adalah dengan menggunakan masker.

Berdasarkan salah satu riset terkait penggunaan masker saat pandemi, dia membeberkan bahwa masker dapat menurunkan sampai 80 persen risiko penularan pada saat berhadapan dengan gelombang varian Covid-19.

Dicky mengatakan negara yang mewajibkan warganya untuk memakai masker memiliki jumlah kematian yang lebih rendah.

Perbandingan kematiannya bisa mencapai 50 per satu juta orang dengan negara yang tidak mewajibkan menggunakan masker ketika terjadi gelombang besar seperti akibat varian Delta lalu.

Tidak ada keraguan secara ilmiah dan fakta terkait efektifitas masker dalam mencegah penularan penyakit infeksi saluran pernapasan seperti Covid-19.

"Dampaknya amat sangat nyata begitu juga efektivitasnya,” kata pria yang juga berprofesi sebagai ahli global security health itu.

Dicky mengatakan banyak negara bagian di Amerika mulai menerapkan kembali kebijakan memakai masker karena jumlah kasus infeksi kembali naik.

Setiap pihak harus memahami bahwa masker mampu memberikan proteksi dari luar tubuh.

Ia menambahkan, penting bagi pemerintah untuk memastikan setiap pelonggaran dalam menghadapi suatu wabah diambil berdasarkan kajian yang berbasis data.

Pemerintah juga harus terus memastikan pemahaman masyarakat meningkat terlebih dahulu, sehingga mereka memiliki kemampuan untuk menilai risiko dari suatu penyakit di mana pun dan kapan pun.

“Saya rasa kita masih harus meningkatkan literasi pemahamannya. Seperti saat kita sampai di satu lokasi yang secara lingkungan risikonya kecil,” ungkap Dicky. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Tarmizi Hamdi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler