ESDM: Efisiensi Jadi 'First Fuel Transisi Energi

Jumat, 23 Juni 2023 – 09:25 WIB
Pemerintah lewat Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) terus mendorong stakeholder untuk meningkatan iklim investasi. Foto: Dok ESDM

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Konservasi Energi, Gigih Adi Atmo menyatakan pemerintah lewat Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) terus mendorong stakeholder untuk meningkatan iklim investasi di bidang efisiensi energi.

Hal itu dilakukan untuk mendorong pencapaian target penurunan emisi gas rumah kaca hingga 31,89 persen terhadap business as usual pada 2030 dan emisi nol karbon (Net Zero Emissions/NZE) pada 2060.

BACA JUGA: Pengamat Sebut RUU EBT Penting dalam Proses Transisi Energi

“Efisien energi merupakan “first fuel” dalam transisi energi karena memberikan hasil mitigasi emisi gas rumah kaca yang cepat dengan biaya yang efektif, serta meningkatkan ketahanan energi,” ujar Gigih  ketika menyampaikan sambutan pada Forum Bisnis Investasi Proyek Efisiensi Energi .

Menurut Gigih, seluruh stakeholder terkait memiliki peran penting dalam upaya meningkatkan investasi dalam proyek efisiensi energi.

BACA JUGA: Pengamat Sebut Indonesia Perlu Banyak Investasi Global untuk Transisi Energi

Sebab, seperti diketahui pemerintah telah menetapkan target penurunan konsumsi energi finasl sebesar 17 persen dibandingkan business as usual pada 2025 dan penurunan intensitas energi final sebesar satu persen per tahun.

Di sisi lain, proyek-proyek efisiensi energi memiliki karakteristik yang unik. Keuntungan proyek efisiensi energi didapatkan dari jumlah energi yang dihemat, berbeda dengan proyek energi pada umumnya yang dihitung berdasarkan energi yang dihasilkan.

BACA JUGA: Gus Falah Optimistis Sinergi PLN dan Siemens Bakal Mempercepat Transisi Energi

Perbedaan karakteristik ini membutuhkan skema pembiayaan yang khusus untuk efisiensi energi.

“Diperlukan kebijakan-kebijakan yang dapat mendorong aliran dana publik maupun swasta pada kegiatan efisiensi energi. Industri jasa keuangan perlu meningkatkan perannya sebagai katalisator investasi,” ungkap Gigih.

Gigih menyebutkan bahwa peningkatan pemahaman proyek efisiensi energi, mulai dari audit energi, skema pembiayaan, hingga perhitungan keuntungan dan pengembalian modal perlu dipahami dengan baik oleh semua pihak.

Dia memaparkan mulai dari pemilik fasilitas, investor, ataupun lender harus paham sehingga hambatan dalam pelaksanaan proyek efisiensi energi dapat diatasi.

Selain industri jasa keuangan, pihaknya juga melihat peran Energy Service Company (ESCO) atau Usaha Jasa Konservasi Energi sebagai salah satu pengembangan model bisnis inovatif efisiensi energi.

“Meskipun pengembangan tersebut memiliki beberapa tantangan, kita optimis bahwa ESCO akan menjadi model bisnis yang populer dalam pengembangan investasi pada masa depan,” ucap Gigih.

Pada kesempatan ini Ia juga menyampaikan dari sisi kebijakan, pemerintah juga mengupayakan penguatan pelaksanaan konservasi energi di Indoensia, baik di sisi supply maupun demand.

Salah satunya melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2023 tentang Konservasi Energi yang menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2009.

“Peraturan ini menjadi langkah awal untuk membangun kepastian hukum dan berusaha mengenai usaha jasa konservasi energi dan tentunya menjadi stimulan bagi Lembaga Jasa Keuangan untuk memainkan peran penting di sisi investasi, termasuk dengan adanya mandatori untuk bangunan gedung,” pungkasnya.

Adapun pelaksanaan manajemen energi yang sudah berlangsung saat ini, menghasilkan penghematan energi sebesar 20,4 TWh dan mengurangi emisi sebesar 11,7 juta ton CO2e pada 2022.

Angka penghematan energi tersebut setara dengan 2,4 persen terhadap total konsumsi energi. Penghematan ini sebagian besar diperoleh melalui no cost dan low cost investment.

Ke depan, dengan dukungan dari semua pihak termasuk sektor pembiayaan, diharapkan penghematan yang dicapai akan menjadi lebih tinggi.

Forum Bisnis Investasi Proyek Efisiensi Energi dilaksanakan selama dua hari pada 20-21 Juni 2023 di Bogor dengan mengundang Kementerian/Lembaga Pemerintah, industri jasa keuangan, asosiasi, perusahaan manajemen perhotelan, pengelola gedung komersial, peserta Penghargaan Subroto Bidang Efisiensi Energi (PSBE) 2022 kategori gedung retrofit, peserta PSBE 2022 kategori manajemen energi gedung besar, rumah sakit, mitra pembangunan, penyedia teknologi hemat energi dan perusahaan jasa penunjang/ESCO.

Melalui forum bisnis ini, diharapkan para pemangku kepentingan pada kegiatan efisiensi energi di bangunan dapat bertukar pikiran dan memiliki langkah terobosan dalam mendukung investasi pada proyek efisiensi energi khususnya di bangunan.

Pada kesempatan ini juga dilaksanakan penandatangan Nota Kesepahaman skema ESCO sebagai showcase model bisnis ESCO antara PT Enertec Mitra Solusi dengan PT Haleyora Powertentang Kerjasama Pengembangan Bisnis Efisiensi Energi dengan menggunakan skema Usaha Jasa Konservasi Energi atau Energy Service Company. 

Selain itu, dilaksanakan pula peluncuran tiga buku hasil kolaborasi proyek Direktorat Konservasi Energi dan IREEM UK-PACT, yaitu:

a)    Panduan Penerapan Sistem Manajemen Energi pada Bangunan Gedung Berbasis Maturity Level ISO 50005:2021;
b)    Panduan Praktis Penerapan Efisiensi Energi pada Bangunan Gedung; dan
c)    Pedoman Aspek Perubahan Iklim untuk Manajer dan Auditor Energi pada Bangunan Gedung(jpnn)


Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Elvi Robiatul, Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler