Eucalyptus, Sumbangsih Kementan di Tengah Pandemi untuk Indonesia

Rabu, 08 Juli 2020 – 08:13 WIB
Antivirus corona berbasis eucalyptus. Foto: Humas Kementan

jpnn.com, JAKARTA - Kepala Balai Besar Veteriner (BBalitvet) Indi Dharmayanti mengatakan, Menteri Pertanian (Mentan) pada awalnya ingin para peneliti di Kementerian Pertanian (Kementan) berkontribusi untuk pandemi.

Sebab, begitu banyak potensi yang dimiliki Indonesia untuk mengatasi penyakit tidak hanya dari satu sisi saja.

BACA JUGA: Usung Program Inisiatif Baru 2021, Kementan Butuh Tambahan Anggaran Rp 10 Triliun

“Menghadapi penyakit ini, harus bersama-sama. Kita tidak bisa mengatasi penyakit hanya dari satu sisi saja. Sesuai arahan Pak Menteri Pertanian, penelitian itu tidak boleh berakhir," cerita Indi Dharmayanti.

Indi menambahkan, di Balitbangtan mereka memiliki Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, BBalitvet, dan Balai Besar Pasca Panen yang kemudian berkolaborasi melakukan riset. Jika beberapa kalangan mengatakan Kementan tidak kompeten dan meragukan, maka ia mengatakan hal tersebut kurang tepat.

BACA JUGA: DPR Minta Kementan Lakukan Terobosan yang Tidak Biasa

"Tentu kami sangat kompeten meneliti tanaman obat, meneliti virus, bahkan mengemas produk pasca panen petani menjadi produk yang bernilai tinggi untuk masyarakat," jelasnya.

Indi mengungkapkan BBalitvet memiliki sejarah panjang dalam melakukan penelitian dan pengkajian terhadap berbagai jenis penyakit hewan dan zoonosis, termasuk virus corona. Koleksi virus tersebut disimpan dalam Balitvet Culture Collection.

BACA JUGA: Soal Eucalyptus, Ini Kata Tim Riset Corona dan Formulasi Vaksin PNF

“Kami punya koleksi virus yang sangat lengkap, dari zaman (penjajahan) Belanda hingga sekarang, mulai dari patogen hingga non patogen. Kita punya koleksi virus corona, bakteri antraks, hingga virus influenza. Dan semua terdokumentasi dengan baik,” ujar Indi.

Karena itu, Indi melihat pengembangan produk eukaliptus yang dilakukan oleh Kementan merupakan hal yang sangat lumrah. Apalagi Kementan memiliki fasilitas dan sumber daya manusia (SDM) yang memadai.

“Kami punya fasilitas sangat baik, seperti laboratorium Biosafety Level (BSL) 3 sebagai laboratorium dengan tingkat keamanan tertinggi yang ada di Indonesia. Kami juga memiliki SDM yang telah tersertifikasi secara internasional,” tegas Indi.

Indi menyebutkan pihaknya akan terus bekerja sama dengan lembaga-lembaga lainnya untuk melakukan penelitian lanjutan. Apalagi sesuai dengan konsep One Health, kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan memang saling terkait, sehingga diperlukan upaya kolaborasi dari berbagai disiplin ilmu yang bekerja secara lokal, nasional dan global.

“Beberapa lembaga sudah terbuka untuk melakukan kerja sama untuk uji klinis, seperti Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Hasanuddin dan FK Universitas Indonesia. Selain itu juga sudah ada dukungan dari IDI (Ikatan Dokter Indonesia),” tutur Indi.

Sebagai informasi pada tahun 2006, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono memberikan penghargaan terhadap BBalitvet atas penelitiannya tentang virus flu burung. Penelitian tersebut berhasil menghasilkan kandidat vaksin flu burung yang diproduksi hingga sekarang. Lembaga ini dikenal sejak lama sebagai pusat penelitian penyakit hewan, dengan reputasi internasional, dan bekerjasama dalam pencegahan bioterorisme.

"Banyak penyakit yang bersumber awalnya dari hewan, dan Covid-19 salah satu yang diduga berawal dari hewan ke manusia. Kami sudah punya juga sampelnya, namun karena virus ini masih baru, tentu masih perlu dipelajari karakteristiknya. Kami yakin riset kolaborasi peneliti kesehatan hewan dan manusia akan memperkuat peran eukalyptus ini," tutupnya. (ikl/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler