Menurut Fadjroel, selama 18 jam lebih ditayangkan televisi, masyarakat menyaksikan kekerasan dan penyerangan seolah seperti tontonan fanaticos haus darah“Polisi sangat bernafsu memburu dan membunuh, tidak melakukan pendekatan untuk menangkap hidup-hidup orang yang dinyatakan sebagai Noordin M Top itu,” kata Fadjroel Rahman kepada JPNN, di Jakarta, Selasa (11/8).
Menurut Fadjroel, tidak semestinya kepolisian mengedepankan kekerasan seperti fanaticos haus darah
BACA JUGA: Besok, Pelunasan BPIH Ditutup
Sebagai aparat penegak hukum, beber dia, Densus 88 dan kepolisian mesti tetap mengedepankan azas praduga tak bersalah dan menangkap hidup-hidup orang yang diduga melakukan kejahatan agar bisa diadili atas kejahatan yang dilakukannya.“Saya mengkritik itu
BACA JUGA: KPK Periksa Pejabat Dephut
Tidak cukup sekali dua kali, lantas diserangBACA JUGA: Komnas HAM Anggap Densus 88 Langgar HAM
Toh yang diketahui dalam rumah pada saat penyergapan itu hanya satu orangMestinya dikepung dalam waktu berapa lama lagi, bisa tiga hari atau bahkan sampai tujuh hariKalau satu orang dengan logistik seadanya, mana mungkin bisa bertahan lebih dari tujuh hari,” kata Fadjroel lagi.Ironisnya lagi, saat ini beredar kabar bahwa yang terbunuh dalam penyergapan di Temanggung tersebut ternyata bukan Noordin M Top yang selama ini paling diburu pihak kepolisian.
“Kalau benar orang yang diburu itu pelaku teroris, tetap harus diproses secara hukumJadi asumsinya dia harus ditangkap hidup-hidup, bukan memperagakan faniticos haus darah,” tegas Fadjroel lagi
Sekadar informasi, saat ini beredar kabar bahwa orang yang tewas penyergapan di Temanggung bukan Noordin M TopBahkan, jasad yang sudah diidentifikasi pihak kepolisian di RS Polri Kramat Jati lebih mirip Ibrahim, florist yang diduga terlibat bom di Hotel The Ritz Carlton dan Hotel JW Marriot, Mega Kuningan 17 Juli lalu(fuz/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pasangan Tuna Rungu Bersepeda Keliling Indonesia
Redaktur : Tim Redaksi