jpnn.com - LUSAKA - Wakil Ketua DPR, Fadli Zon membanggakan praktik demokrasi di Indonesia di hadapan para delegasi dari berbagai negara di ajang Inter-Parliamentary Union (IPU) ke-134 di Lusaka, Zambia. Menurutnya, ada kunci penting bagi demokrasi di Indonesia yang terus tumbuh dan berkembang.
Berpidato di hadapan ratusan delegasi berbagai negara di Mulungushi International Conference Center, Lusaka, Senin (21/3) petang atau Selasa (24/3) dini hari waktu Indonesia bagian (WIB), Fadli menyatakan, Indonesia bukan hanya berhasil menerapkan demokrasi. Menurutnya, Indonesia menjadi bukti bahwa Islam, demokrasi dan modernisasi bisa berkembang bersama.
BACA JUGA: Calon Ketum Golkar Pengin Tiru Kanada, Kenapa?
“Indonesia adalah negeri dengan konstitusi yang merangkul semangat keagamaan yang toleran, di mana masjid umat Islam, gereja umat Kristen, serta candi Buddha dan Hindu bisa berdampingan satu dengan yang lainnya dalam damai,” ujarnya dalam pidato berbahasa Inggris berjudul Rejuvenating Democracy, Giving Voices to Youth.
Fadli menyebut hal itu tak terlepas dari Pancasila. Tak lupa, ia mengurai satu per satu sila-sila Pancasila dalam bahasa Inggris.
BACA JUGA: Lestarikan Tradisi Santri, PKB Gelar Musabaqah Kitab Kuning
Ia menegaskan, Pancasila telah menjadi watak bagi demokrasi di Indonesia. “Demokrasi Pancasila mengakar di dalam budaya dan nilai-nilai Indonesia. Gotong royong menjadi nilai esensial yang mengakar di masyarakat Indonesia, tegasnya.
Selain itu Fadli juga memaparkan tentang kekuatan kalangan muda dalam politik Indonesia. Menurutnya, 2,7 persen anggota legislatif berusia 20-30 tahun. Sedangkan 14,5 persen berusia 31-40 tahun.
BACA JUGA: KPK Masih Rahasiakan Saksi yang Kembalikan Suap Proyek PUPR
Ia menambahkan, kalangan muda juga menempati posisi bupati, wali kota hingga gubernur. “Inilah cara kami mempromosikan kalangan muda untuk mengambil peran lebih aktif di politik,” tegasnya.
Hal yang juga disinggung dalam pidato Fadli adalah media sosial yang seolah tak terlepas lagi dari kalangan muda. Ia menjelaskan, kalangan muda di Indonesia juga menggunakan media sosial untuk mengkritik kebijakan publik, mendiskusikan persoalan-persoalan sosial, hingga menggulirkan petisi dan protes.
Namun, ia juga mengkritik kalangan muda pengguna media sosial. Sebab, berbagai diskusi dan protes di dunia maya seolah terputus dari kenyataan di lapangan.
“Namun, aktivitas politik pemuda di dunia maya tampaknya terputus dari situasi yang sebenarnya. Aktivitas virtual tampaknya tidak cukup untuk membentuk partisipasi politik pemuda di arena demokrasi,” katanya.(ara/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ckckck...Tuding PNPM Sengaja Dirancang untuk Jadi Bancakan
Redaktur : Tim Redaksi