jpnn.com, JAKARTA - Anggota MPR dari Fraksi Gerindra, Fadli Zon mengatakan masalah hoaks adalah masalah bersama. Untuk itu pemberantasan hoaks harus mempunyai standar yang sama.
“Memberantas hoaks jangan menggunakan standar ganda,” tegas Fadli Zon saat Diskusi Empat Pilar MPR dengan tema “Ancaman Hoaks dan Keutuhan NKRI” di Media Center, Kompleks Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat (5/10).
BACA JUGA: Pakar: Perlu Mengedukasi Masyarakat untuk Menghindari Hoaks
Pembicara lain dalam diskusi adalah Anggota MPR RI dari Fraksi PDIP Komaruddin Watubun dan Guru Besar Psikologi Politik Hamdi Muluk.
Fadli yang merupakan pria berdarah Minang itu mengakui juga menjadi korban hoaks. Diungkapkan, ada 6 hoaks yang menimpa dirinya telah dilaporkan kepada aparat hukum, polisi. “Kali pertama saya melaporkan pada 1 Mei 2017,” ujarnya,
BACA JUGA: Ketua MPR: Hubungan Indonesia - Belanda Saling Menguntungkan
Meski dirinya sudah melaporkan kepada polisi namun alumni Universitas Indonesia itu heran sampai di mana proses hukumnya.
“Saya sudah melaporkan namun tak ada kejelasan,” akunya.
BACA JUGA: Jangan Lagi Ada Selisih Pendapat Soal Islam dan Indonesia
Ia membandingkan dengan kasus pengusutan Ratna Sarumpaet yang begitu cepat kurang dari 24 jam tuntas.
“Seharusnya semua masalah diusut seperti itu”, ujar alumni London School of Economics and Political Science itu.
Mengenai Ratna Sarumpaet, Fadli sebelumnya percaya pada perempuan seniman itu. Dikatakan banyak perjuangan yang dilakukan seperti membela warga Kampung Aquarium Jakarta.
Menurut Fadli, sebagai wakil rakyat dirinya mempunyai kewajiban untuk menerima semua pengaduan masyarakat.
“Kewajiban kita menerima aduan dari masyarakat,” tuturnya. Ketika disinggung soal verifikasi, lembaga yang dipimpinnya itu tak punya badan yang melakukan itu. “Tugas kita adalah menyampaikan aspirasi,” tegasnya.
Disampaikan kepada peserta diskusi bahwa dirinya telah mendorong Ratna Sarumpaet melapor polisi dan melakukan visum bila benar-benar dianiaya orang.
Apa yang dilakukan selama ini, menurut Fadli sebagai tindakan kemanusiaan. Dirinya mencontohkan bagaimana Prabowo Subianto menolong TKI yang hendak dihukum mati di Malaysia. Langkah yang dilakukan itu berhasil sehingga mampu menyelamatkan warga Indonesia di negeri jiran.
“Tak ada niat apapun kecuali membantu kemanusiaan,” tuturnya. Atas sikap bohongnya Ratna Sarumpaet, dirinya sangat menyesal.
“Kita tak menyangka orang sekritis itu melakukan kebohongan”, sesalnya. Fadli menyebut dalam masalah ini sebagai korban hoaks.
Di tempat yang sama, anggota MPR Fraksi PDIP Komarudin Watubun mengatakan masalah Ratna Sarumpaet adalah masalah yang biasa.
“Lebih penting peduli pada musibah bencana yang terjadi di Indonesia”, ungkapnya. Kasus itu membesar menurutnya karena ada orang-orang besar yang dibohongi. Karena yang membela kubu Prabowo Subianto membuat isunya menjadi ramai.
Watubun tak khawatir dengan masalah itu. Dikatakan sebenarnya Prabowo Subianto dan Joko Widodo telah memberi teladan persatuan bagi bangsa Indonesia. Ia menyebutkan saat pelaksanaan Asian Games, mereka berdua berpelukan. “Itu pesan perdamaian,” tegasnya.
Berbasis Data dan Fakta
Sementara itu, Pakar Psikologi Politik Prof. Hamdi Muluk mengatakan bila masyarakat ingin berpolitik dengan wawasan yang maju dan hasil yang maksimal maka semua harus mengedepankan adu gagasan dengan basis pada data dan fakta.
“Hal demikian akan membawa masyarakat dan bangsa kepada hal yang lebih baik,” ujar Hamdi Muluk.
Dengan menggunakan data dan fakta, menurut Hamdi akan menjauhkan bangsa ini dari godaan informasi yang tak berbasis pada data dan fakta. “Hoaks itu sesuatu yang tak ada data dan faktanya,” paparnya.
“Hoaks juga disebut sebagai informasi kabar burung,” tambah guru besar UI itu.
Menurutnya, masalah hoaks perlu diseriusi dan dicegah. Sebab dampak dari berita yang tak berdata dan berfakta itu bisa memicu kerusuhan sosial.
Hamdi menceritakan, kerusuhan yang terjadi di negara Rwanda yang menyebabkan disintegrasi bangsa dikarenakan hoaks yang disebarkan oleh media. “Jadi jelas, hoaks bisa menimbulkan perpecahan dan konflik,” tuturnya.
Untuk itu pakar yang sering mengisi diskusi di parlemen itu mengajak semua untuk mendorong masyarakat dalam mengolah informasi harus berbasis data, fakta, dan ilmu pengetahuan. Diakui memang ada sebagian masyarakat yang suka dengan gosip.
“Acara gosip-gosip di televisi kan disukai masyarakat,” ungkapnya. "Untuk itu tugas kita mengedukasi masyarakat,” sarannya.
Menurut pria kelahiran Padang Panjang, Sumatera Barat, itu bila ada berita dan kejadian maka berita dan kejadian itu harus dicek dan ricek serta validitasi agar duduk persoalannya menjadi jelas. Cerita dan kejadian di masyarakat yang dibumbu-bumbui memang ada. Hal demikian diakui sebab masyarakat awam senang modus narasi. Untuk itu, dirinya mengatakan kembali perlunya mendidik atau mengedukasi masyarakat.
Dalam kasus aktual yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet sehingga menjadi konsumsi publik, dirinya menilai kasus yang ada sebelumnya tidak dilakukan verifikasi. Seharusnya Ratna Sarumpaet didorong melapor ke aparat hukum lebih dahulu. “Kalau belum diverifikasi maka yang dibangun adalah narasi politik,” ucapnya.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Parlemen Malaysia Mempelajari Sistem Ketatanegaraan RI
Redaktur & Reporter : Friederich