Fadli Zon Soroti Hasrat Pemerintahan Jokowi Menambah Utang

Kamis, 04 Januari 2018 – 13:15 WIB
Presiden Joko Widodo dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon dalam sebuah pertemuan konsultasi pimpinan lembaga tinggi negara pada 2015. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Pelaksana tugas (Plt) Ketua DPR Fadli Zon memberikan sejumlah catatan atas laporan kinerja pemerintah tahun 2017 yang baru saja tutup buku. Fadli mengingatkan pemerintah akan risiko meningkatnya jumlah utang Indonesia. 

Menurut laporan keuangan pemerintah, realisasi defisit 2017 tercatat Rp 345,8 triliun. Secara nominal, realisasi defisit 2017 memang lebih rendah dibanding 2016 yang mencapai Rp 367,7 triliun.

BACA JUGA: Pemerintah Bakal Geber Pajak E-Commerce

Meskipun secara nominal turun,  persentasenya terhadap PDB justru meningkat. Pada 2016, rasio defisit APBN Perubahan terhadap PDB mencapai 2,46 persen. Sedangkan pada 2017, angkanya naik menjadi 2,57 persen terhadap PDB.

Menurut Fadli, rasio defisit selama pemerintahan Presiden Joko Widodo memang cenderung terus membesar. Pada 2014, defisit masih berada di angka Rp 227,4 triliun atau 2,26 persen terhadap PDB.

BACA JUGA: Jokowi Singgung Elek yo Band di Rapat Kabinet

Pada 2015, defisit melonjak menjadi Rp 318,5 triliun, atau mencapai 2,8 persen terhadap PDB. Antara 2015 ke 2016 persentasenya memang sempat turun, namun realisasi defisit 2017 kembali meningkat.

Jika dicermati, sekitar 75-80 persen pembiayaan defisit APBN ditutup oleh utang dari dalam maupun luar negeri. "Inilah yang harus kita waspadai, karena saya melihat pemerintah terlalu menggampangkan persoalan jika membahas masalah utang ini," kata Fadli, Kamis (4/12).

BACA JUGA: Horeee... Dana Desa Sudah Bisa Dicairkan Asal Ada Kegiatan

Selama ini pemerintah selalu berdalih jika rasio utang masih dalam batas aman. Dalih pemerintah, kata Fadli, karena rasio utang di bawah 60 persen terhadap PDB sebagaimana yang dipatok UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Fadlipun menyoroti perbandingan yang disodorkan Menteri Keuangan Sri Mulyani tentang rasio utang Indonesia dengan negara lain. Misalnya, rasio utang Malaysia mencapai 56,22 persen PDB. Sedangkan rasio utang Amerika Serikat sudah mencapai 107 persen PDB. Bahkan, di Jepang rasio utangnya mencapai 239,27 persen PDB.

"Menurut saya, pembandingan semacam itu keliru, karena tidak memperhatikan kemampuan bayar yang berbeda-beda dari negara-negara tadi," jelasnya.

Fadli mencontohkan, sebagian besar surat utang pemerintah Jepang dipegang oleh bank sentral. Sedangkan di Indonesia, 37 persen surat berharga negara justru dikuasai asing.

Selain itu, Fadli juga menjelaskan perbedaan rasio utang di negara lain dengan Indonesia. Negara-negara dengan rasio utang besar ternyata memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi karena ditunjang sektor produksi dan ekspor.

Sedangkan di Indonesia, utang ternyata tak mendongkrak pertumbuhan ekonomi. "Rasio utang kita yang lebih kecil tak menggambarkan perekonomian yang lebih hebat atau sejenisnya, sehingga kita harus berhati-hati. Itu sebabnya, agresivitas pemerintah dalam berutang harus dikontrol," jelas Fadli.

Sebagai gambaran, pertumbuhan ekonomi selama pemerintahan Presiden Jokowi hanya sekitar 5 persen. Namun, pertumbuhan utangnya mencapai 13 hingga 14 persen per tahun.

Pada 2014, posisi utang  masih di angka Rp 2.604,93 triliun. Akhir 2017, jumlah utang telah berada di angka Rp 3.928,7 triliun.

"Jadi, selama tiga tahun pemerintahan Pak Jokowi, utang kita telah bertambah Rp1.324 triliun," ungkap Fadli.

Jika dihitung dengan nilai PDB Indonesia Rp 12.407 triliun, maka rasio utang pemerintah pusat hingga November 2017 sekitar 28,9 persen dari PDB.  Sebagai pembanding, lanjut Fadli, selama dua periode berkuasa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), utang Indonesia hanya bertambah Rp 1.400 triliun.

Menurut Fadli, pemerintah harus mengurangi agresivitas dalam berutang. Ukuran yang sehat untuk menilai normalitas utang bukanlah rasionya terhadap PDB.

"Tapi bagaimana kemampuan bayar kita, serta apa dampak utang bagi perbaikan kesejahteraan masyarakat," paparnya. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sepertinya Jokowi Tak Akan Suka Ketua DPR Terlalu Dekat JK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler