jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyatakan, pasal penghinaan terhadap parlemen atau contempt of parliament yang termuat dalam hasil revisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) bukan berarti para wakil rakyat antikritik. Menurutnya, DPR tetap terbuka dan membutuhkan kritik.
"Jadi harus tetap dikritik, diberi masukan, dikoreksi kalau ada kesalahan. Ini sama halnya dengan lembaga lain," kata Fadli di gedung DPR, Jakarta, Selasa (13/2
BACA JUGA: Fadli Zon Bertanya, Prestasi Sri Mulyani Apa? Rekor Utang?
Ketentuan tentang penghinaan terhadap parlemen termuat dalam Pasal 122 huruf K UU MD3 yang baru saja disetujui DPR dan pemerintah, Senin (12/2). Menurut Fadli, maksud dalam pasal itu bukanlah larangan mengkritik DPR, melainkan fitnah
Politikus Partai Gerindra itu menambahkan, menyampaikan kritik secara lisan maupun tertulis merupakan hak setiap warga negara. Karena itu dia menegaskan, tidak boleh ada kriminalisasi terhadap pihak yang mengkritik DPR. "Tidak boleh ada kriminalisasi," ujarnya.
BACA JUGA: PPP dan Nasdem Walk Out, UU MD3 Tetap Disahkan
Dia menegaskan, UU MD3 yang baru disetujui itu sudah melalui proses panjang. Fadli pun mempersilakan pihak-pihak yang kecewa dengan pasal penghinaan parlemen dalam UU MD3 baru untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kami melihat masih ada saluran bagi pihak-pihak yang menginginkan dilakukan JR (judicial review, red) terhadap pasal-pasal tertentu. Meskipun semangat dari pasal tersebut bukan berarti antikritik," paparnya.(boy/jpnn)
BACA JUGA: Prabowo Ngaku Tak Bisa Mengendalikan Fadli Zon
BACA ARTIKEL LAINNYA... PDIP Bakal Dapat Pimpinan DPR-MPR, Ini Para Nama Kandidatnya
Redaktur & Reporter : Boy