Fahira Idris: Pernyataan Kepala BPIP Berpotensi Membuat Kegaduhan

Kamis, 13 Februari 2020 – 02:25 WIB
Senator atau Anggota DPD RI Fahira Idris. Foto: Humas DPD RI

jpnn.com, JAKARTA - Protes bahkan kecaman mengalir atas pernyataan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi yang mengatakan bahwa musuh terbesar Pancasila adalah agama. Selain keliru, karena nilai-nilai agama diejawantahkan dalam sisa-sila Pancasila, pernyataan Kepala BPIP ini berpotensi membuat kegaduhan baru yang tidak perlu.  

Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI Fahira Idris mengungkapkan, justru musuh terbesar Pancasila adalah orang-orang yang mempertengkan Pancasila dengan agama. Relasi antara agama-agama yang ada di Indonesia dengan Pancasila sudah selesai saat para pendiri bangsa ini menjadikan Pancasila sebagai dasar negara. Bahkan pemikiran politik keagamaan di Indonesia penting untuk terus dikembangkan agar agama dan Pancasila dapat terus berjalan berbarengan.

BACA JUGA: Sebut Agama Jadi Musuh Terbesar Pancasila, Kepala BPIP Diserbu Kecaman di Twitter

“Jadi, musuh terbesar Pancasila adalah orang-orang yang mempertentangkan agama dengan Pancasila. ‘Musuh’ selanjutnya adalah para pejabat dan penyelenggara negara yang tindak-tanduknya bertolak belakang dengan nilai-nilai Pancasila. Dan ‘musuh’ yang paling terpampang nyata saat ini ketimpangan yang makin lebar,” ujar Fahira Idris di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (12/2).

Fahira meminta Kepala BPIP untuk segera mengklarifikasi dan menjelaskan maksud dari pernyataannya ini. Pasalnya, jika tidak segera diklarifikasi, kepercayaan publik kepada BPIP yang merupakan lembaga resmi pemerintah akan runtuh dan jangan harap BPIB mendapat dukungan publik.

BACA JUGA: Pesan Khusus Jokowi kepada Kepala BPIP yang Baru

Anggota DPD RI ini meminta Kepala BPIP fokus kepada tantangan implementasi pancasila saat ini yaitu menilai sejauh mana kadar Pancasila sudah dipahami, diresapi, dan diimplementasikan dalam setiap kebijakan negara atau kebijakan publik dan program pembangunan. Bangsa ini, lanjut Fahira, belum sepenuhnya mampu melahirkan keadilan ekonomi, sosial, hukum, dan politik karena kebijakan negara dan program pembangunan bangsa belum sepenuhnya dilandaskan pada kelima sila pancasila.

Menurut Fahira, pemahaman dan implementasi Pancasila sifatnya harus top down. Artinya dimulai dari kebijakan yang dikeluarkan cabang-cabang kekuasaan negara yakni eksekutif (Presiden dan kementerian/lembaga di bawahnya, kepala daerah), legislatif (DPR dan DPD), serta yudikatif (Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial). Jika rakyat melihat kebijakan publik yang dikeluarkan cabang-cabang kekuasaan ini benar-benar melahirkan keadilan ekonomi, sosial, hukum, dan politik maka otomatis rakyat akan ikut mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

BACA JUGA: PDIP: Jangan Pertentangkan Pancasila dan Agama

“Jadi tantangan utama BPIP itu mengevaluasi sejauh mana kebijakan publik berlandas pancasila. Sejauh mana para penyelenggara negara mulai dari eksekutif serta cabang-cabang kekuasan yang lain, kebijakannya sudah sesuai dengan pancasila. Jadi pancasila itu harus ‘dibumikan’ kepada mereka yang punya kekuasaan baru kemudian dibumikan ke masyarakat termasuk millenial,” pungkas Senator Jakarta ini.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler