Fahira Idris: Saya Khawatir Proses dan Hasilnya Tidak Maksimal

Kamis, 04 Juni 2020 – 02:35 WIB
Senator atau Anggota DPD RI Fahira Idris. Foto: Humas DPD RI

jpnn.com, JAKARTA - Walau Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota tidak menjadikan 9 Desember 2020 sebagai ‘harga mati’ waktu gelaran pilkada serentak yang sedianya diselenggarakan pada 23 September 2020, tetapi sepertinya Pemerintah sudah yakin memilih 9 Desember 2020 untuk menggelar pilkada di 270 daerah.

Keputusan ini membuat berbagai kelangan khawatir pilkada serentak tidak berjalan maksimal karena digelar di tengah pandemi.

BACA JUGA: Komentar Direktur Pasific Studies Tentang Pilkada 2020

“Idealnya (pilkada serentak) diundur selama setahun (September 2021). Jika dipaksa pada Desember 2020, saya khawatir baik proses atau tahapan maupun hasilnya tidak maksimal,” kata Anggota DPD RI Fahira Idris, di Jakarta (3/6).

Selain soal keselamatan, menurut Fahira, hal lain yang perlu dikhawatirkan adalah tingkat partisipasi akan merosot. Padahal kesuksesan pilkada salah satunya dilihat dari seberapa tinggi tingkat partisipasi masyarakat menunaikan suaranya,” katanya.

BACA JUGA: Pilkada 2020 Bisa Dilaksanakan dengan Protokol Kesehatan Ketat

Senator Jakarta ini mengungkapkan tren tingkat partisipasi Pilkada Serentak 2015 dan 2017 termasuk Pemilu (pileg dan pilpres) 2019 sangat baik. Gelaran Pilkada 2020 harusnya menjadi momentum untuk mengerek tingkat partisipasi pemilih makin tinggi lagi.

Namun, dengan berbagai ketidakleluasaan, keterbatasan dan dampak ekonomi serta psikologis yang dialami masyarakat akibat wabah Covid-19 yang diprediksi masih terus berlangsung hingga akhir 2020, dikhawatirkan tingkat partisipasi bukan hanya tidak mencapai target tetapi terjun bebas.

BACA JUGA: Soal Pembukaan Sekolah, Fahira Idris: Selama Belum Aman Jangan Coba-coba

“Kalau kita merujuk kepada perppu, tujuan ditundanya pilkada selain bagian dari upaya penanggulangan penyebaran Covid-19, juga agar pilkada dapat berlangsung secara demokratis dan berkualitas serta untuk menjaga stabilitas politik dalam negeri. Frasa demokratis dan berkualitas itu salah satu parameternya adalah tingkat partisipasi,” ujar Fahira Idris.

Selain itu, tantangan yang harus dihadapi penyelenggara (KPU, Bawaslu, DKPP), jika pilkada harus digelar Desember 2020 adalah harus sesegera mungkin memulai tahapan setidaknya awal Juni 2020 ini.

Sementara, jika merujuk kepada data paparan Covid-19, hingga awal Juni 2020 jumlah kasus terus melonjak dan beberapa daerah masih menerapkan PSBB. Berbagai kondisi ini tentu akan menganggu berbagai jadwal dan tahapan pilkada yang memang beberapa diantaranya mengharuskan terjadi interaksi dan melibatkan banyak orang misalnya pendataan pemilih dan kampanye.

Fahira berharap baik Pemerintah, DPR dan penyelenggara pemilu memikirkan kembali ketetapan menggelar Pilkada Serentak pada 9 Desember ini.

Dalam situasi wabah seperti ini yang dipikirkan bukan hanya soal kesiapan penyelenggara menggelar pilkada tetapi sejauh mana kesiapan dan kemauan masyarakat untuk partisipasi aktif dalam pilkada di tengah pandemi. Pilkada tanpa partisipasi masyarakat akan kehilangan maknanya,” pungkas Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI ini.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler