jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah meminta Badan Intelijen Negara (BIN) tidak melakukan pekerjaan publik seperti kegiatan melarang atau kegiatan melakukan sesuatu. Sebagai lembaga intelijen, BIN seharusnya menyampaikan informasi kepada satu orang yakni presiden.
“BIN itu kan single user, yang hanya bisa memberikan informasi kepada presiden, bukan mengumbarnya ke publik,” kata Fahri Hamzah kepada wartawan usai mengikuti Rapat Paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (21/11/2018).
BACA JUGA: Bamsoet: Nuril Korban, bukan Pelaku Kejahatan
Pernyataan Fahri Hamzah ini menanggapi keterangan BIN yang menyebut ada 50 penceramah diduga menyebarkan paham radikal di 41 masjid.
Informasi intelijen, ujar Fahri, harusnya dibisikan ke telinga presiden. Bilapun informasi penting harus diumumkan, maka pihak terkait lainlah yang melakukannya, seperti Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), kalau itu terkait dengan organisasi atau lain-lain.
BACA JUGA: Bamsoet: Pileg dan Pilpres Jangan Bikin Bangsa Retak
“Sebab, begini itu membuat reputasi BIN sebagai lembaga intelijen turun. Jadi, BIN harus dijaga sebagai indra negara melalui presiden dalam rangka menjaga dan melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia,” ujarnya.
Sebelumnya, juru bicara Kepala BIN, Wawan Hari Purwanto mengungkapkan adanya 50-an penceramah yang menyebarkan paham radikal di 41 masjid. Bahkan pihaknya sudah melakukan pendekatan dengan berkoordinasi dengan Kementerian Agama (Kemenag) dan Dewan Masjid Indonesia (DMI), terhadap para penceramah tersebut.
BACA JUGA: Ketua DPR: Nasdem Boleh Muda tapi Kualitas Dapat Diandalkan
Menurut Wawan, ada tiga kategori radikal yakni rendah, sedang, dan tinggi. “Kalau yang rendah ya masih dalam kategori yang masih ditolerir nilainya. Kalau sedang sudah mulai mengarah ke kuning, kuning itu perlu disikapi lebih. Tapi yang merah artinya sudah parahlah, ini perlu lebih tajam lagi untuk bagaimana menetralisir keadaan," ujarnya.
Dia menerangkan kategori tinggi atau merah itu sudah mendorong ke arah gerakan yang lebih seperti simpati ke ISIS dan Marawi, serta membawa aroma konflik di Timur Tengah ke sini (Indonesia).
"Jadi mereka yang masuk kategori 'Merah' mengutip ayat-ayat perang, misalnya, sehingga menimbulkan pengaruh ke emosi, sikap, tingkah laku, opini, dan motivasi publik," paparnya.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bamsoet: Pertanahan Menjadi Perhatian Serius DPR
Redaktur : Tim Redaksi