Fahri Hamzah: Dia Masih Ketua DPR, Jangan Dibilang Kosong

Selasa, 21 November 2017 – 13:47 WIB
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Foto: Humas DPR for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah enggan mengomentari posisi Setya Novanto di Partai Golkar, setelah resmi ditahan oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi e-KTP.

Namun, jika menyangkut posisi koleganya itu sebagai Ketua DPR, Fahri mengaku Mahkamah Kehormatan Dewan/MKD DPR belum bisa memproses dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Novanto, mengingat status hukum yang belum inkrah.

BACA JUGA: Setnov Sudah Mendekam di Sel, MKD Masih Sibuk Bahas Persepsi

“Saya nggak mau mencampur apa yang terjadi dalam Golkar. Tapi kalau dari sisi mekanisme internal DPR, kita tahu bahwa MKD baru bisa memproses setelah statusnya sebagai terdakwa menuju proses pemberhentian sementara,” ujar Fahri kepada awak media di Media Center Nusantara III Gedung DPR RI, Selasa (21/11).

Fahri menambahkan bahwa proses hukum Novanto belum selesai karena masih jadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi e-KTP, apalagi yang bersangkutan saat ini masih mengajukan praperadilan.

BACA JUGA: UU Desa Dorong Pembangunan Menjalar ke Seluruh Indonesia

Karena itu, tidak ada kekosongan kursi ketua DPR meski Novanto harus meringkuk di sel Rutan KPK.

“Ndak ada yang kosong. Dia masih ketua DPR, jangan dibilang kosong. Nggak bisa. Kalau menurut UU MD3 dan Tatib (Tata Tertib DPR) nggak bisa,” tegas Fahri.

BACA JUGA: Mendagri Berharap Lebih Banyak Perempuan Jadi Anggota DPR

Oleh karena itu, politikus dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menegaskan, tidak ada masalah berarti di DPR terkait kondisi Novanto yang kemungkinan tak bisa melanjutkan tugas kedewanan lantaran ditahan KPK.

Lagipula, menurut Fahri, Novanto sudah lama tidak bisa menjalankan tugas kedewanan, salah satunya terkait kunjungan kerja ke luar negeri lantaran dicekal KPK.

“Pertama-tama Pak Nov itu sudah lama nggak bisa melalukan pekerjaan kedewanan, terutama di luar negeri karena dicekal. Tapi kalau tugas di Indonesia itu telah didistribusikan secara rata, sebab pada dasarnya selain itu prinsipnya kolektif kolegial,” paparnya.

Menjawab pertanyaan bahwa salah satu pertimbangan MKD memproses Novanto ialah terkait marwah dan citra DPR, dan MKD juga hendak memproses Novanto lantataran dugaan pelanggaran sumpah jabatan, Fahri punya pandangan sendiri soal ini.

Dia mengatakan, mesti diproses berdasarkan adanya laporan di MKD sendiri.

“Menurut UU, status terdakwa barulah MKD boleh memproses. Lagi pula, kalau MKD akan memproses ini sendiri, dia juga perlu mekanisme pembuktian. Tapi kalau dia menerima limpahan proses hukum, itu gampang, dia tidak perlu pembuktian. Dia hanya mengambil keputusan dari apa yang terjadi melalui peristiwa hukum di luar, misalnya terkait status seseorang,” imbuhnya.

Disinggung bahwa MKD akan memproses karena adanya desakan masyarakat, dan ada dua laporan yang masuk ke MKD, malah Fahri mengaku baru dari masyarakat, dan tak ada desakan seperti yang disampaikan MKD DPR.

“Ndak ada, saya baru dari masyarakat. Ndak ada masyarakat. Ini kan masyarakat masyarakat di sini aja, sosial media,” pungkas Fahri. (adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Timwas TKI DPR Ajak Brunei Membahas Persoalan Pekerja Migran


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
DPR   DPR RI  

Terpopuler