jpnn.com - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai KPK harus introspeksi diri menyusul adanya putusan Mahkamah Agung yang membebaskan terdakwa kasus SKL BLBI Syafruddin Arsyad Temenggung. Fahri menilai kapasitas KPK dalam melakukan audit dan investigasi lemah.
"Kalau belajar dari kasus Century yang saya ikuti dari Pansus sampai Timwas, saya menemukan bahwa kemampuan KPK untuk melakukan investigasi dan audit secara mendalam memang lemah,” ujar Fahri di Jakarta, Senin (15/7).
BACA JUGA: Vonis Bebas untuk Syafruddin Dinilai Wujudkan Rasa Keadilan
Fahri menilai kekuatan KPK hanya terletak pada operasi tangkap tangan atau OTT. Sementara kemampuan KPK dalam mengidentifikasi fraud dalam kasus yang sebenarnya terangan benderang sangat lemah.
"Kemampuan (KPK) dalam mengidentifikasi penipuan dalam kasus yang terang benderang, seperti kasus Century saja lemah. Apalagi dalam kasus BLBI yang dalam rapat kabinet sudah memutuskan kasusnya sudah selesai. Sebab itu, KPK harus introspeksi," tandas dia.
BACA JUGA: Makna Angka 757 yang Melekat dengan Gubernur Kepri Nurdin Basirun
BACA JUGA: MA Vonis Bebas Terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung
Salah satu yang perlu diperbaiki KPK ke depannya, kata Fahri, memperkuat dan meningkatkan kemampuan di bidang audit. Menurut dia, metode audit lebih dekat dengan tradisi demokrasi, sementara metode pengintipan atau penggunaan alat penyadapan lebih dekat dengan tradisi otoritarianisme.
BACA JUGA: Gubernur Kepri Nurdin Basirun Resmi jadi Tersangka Dua Kasus di KPK
“Jadi, tradisi demokrasi lebih sinkron dengan metode audit karena tradisi otoritarianlah yang sebenarnya lebih dekat dengan metode pengintipan. KPK dari sadap ke audit. Itu yang relevan untuk membaca kerugian keuangan negata bukan sekedar amplop-anplop yang diterima oleh orang tetapi sebenarnya seberapa besar penyimpangan dalam penerimaan negara, akuntansi keuangan negara,” jelas dia.
Diketahui, Majelis Hakim Agung MA mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh terdakwa mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung yang menjadi terdakwa perkara dugaan korupsi SKL BLBI. Dalam amar putusannya, Majelis Hakim Agung MA membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menjatuhkan hukuman 15 tahun pidana penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan terhadap Syafruddin.
Putusan MA ini pun menimbulkan pro kontra. KPK menilai putusan MA aneh bin ajaib serta akan menempuh upaya hukum menanggapi putusan MA tersebut. KPK bahkan tetap meneruskan penanganan kasus BLBI.
Sementara sejumlah pihak menilai putusan MA bisa menjadi peringatan bagi MK untuk berhati-hati dalam memutuskan perkara. Salah satunya adalah Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menganggap putusan MA sebagai bahan peringatan.
Sementara Pengacara Otto Hasibuan menilai putusan MA memberikan kepastian hukum terutama kepada pengusaha yang sedang mengikuti program tax amnesty. Pasalnya, ke depan tidak ada lagi kasus yang sudah dijanjikan pemerintah tuntas namun dilakukan penyidikan.
Menurut Otto, dengan bebasnya Syafruddin dari jeratan hukum, maka seharusnya secara otomatis obligor Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya Ijtih Nursalim yang juga terseret dalam kasus ini, dapat bebas dari penyidikan KPK.
"Jadi dengan bebasnya Syafruddin berarti tidak ada lagi alasan bagi KPK terhadap Sjamsul Nursalim, karena Sjamsul disidik dengan sangkaan bersama-sama dengan Syafruddin. Kalau Syaruddin sudah dinyatakan bebas, otomatis tidak ada alasan lagi untuk mensangkakan Sjamsul," terang Otto.
Menurut Otto yang juga pengacara Sjamsul Nursalim, penetapan tersangka yang dilakukan KPK terhadap kliennya tidak lagi berdasar. Karena penyidikannya didasarkan pada perbuatan bersama-sama dengan Syafruddin.
"Iya tindakan yang keliru tindakan yang salah. Dari dulu sudah saya sampaikan itu dan terbukti MA memberikan keadilan," pungkas Otto.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Fahri Hamzah Pastikan GARBI Jadi Parpol, Ini Tawarannya untuk Gaet Massa
Redaktur & Reporter : Friederich