Fahri Hamzah: Kuping Pemerintah Kurang Tebal

Kamis, 22 Maret 2018 – 21:09 WIB
Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah sepakat dengan Presiden RI Keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) agar pemerintah tidak bersikap arogan dalam menyikapi kritik yang disampaikan masyarakat.

“Memang teorinya begitu, tugas dari pemerintah adalah menjelaskan sedangkan tugas dari yang di luar pemerintahan itu mengkritik,” kata Fahri di gedung DPR, Jakarta, Kamis (22/3).

BACA JUGA: Pak Kiai Ketua Umum MUI Bela Jokowi dari Tudingan Amien Rais

Dia menegaskan pemerintah bukan arogan. Tapi, ujar Fahri, kuping pemerintah kurang tebal. Tidak tahan mendengar kritik.

Fahri menilai kritikan Amien harus diterima. Dia mengatakan, tentu Amien punya alasan menyampaikan kritik. Sebab, kata dia, yang dilakukan Jokowi membagi-bagi sertifikat itu di satu sisi merupakan pekerjaan lurah, kepala desa, ketua rukun tetangga, maksimal pemerintah daerah.

BACA JUGA: Insyaallah Petahana tidak Lawan Kotak Kosong di Pilpres 2019

Menurut dia, tugas semacam itu merupakan pekerjaan sehari-hari soal administrasi. “Tidak perlu diserahkan oleh presiden. Itu tugas di bahwa presiden,” katanya.

Menurut dia, tugas Jokowi adalah menegaskkan politik pertanahan Indonesia hingga reformasi agraria. Caranya, kata Fahri, dengan memperbaiki koefisien indek gini pemilikan lahan.

BACA JUGA: Fahri Hamzah Nilai Pidato Prabowo Masuk Akal

Menurut Fahri, masih banyak ketimpangan pemilikan lahan. “Ini ada satu orang memiliki lahan sampai delapan juta hektare, dua juta hektare, 500 ribu atau setengah juga hektare seorang. Kok enak betul,” katanya.

Nah, lanjut Fahri, tugas Jokowi adalah mengoreksi persoalan semacam ini. Bukan malah tugasnya mengambil alih tugas wali kota, lurah, hingga kades. “Itu biar saja di bawah itu sudah ada direktorat dan badan yang menguus. Pak Jokowi itu kasih saja order selesaikan,” katanya.

Karena itu, Fahri menegaskan yang diurus Jokowi juga adalah soal fakta bahwa semakin hari penambahan kepemilikan tanah oleh kaum kapitalis dan pemodal besar, maupun spekulan itu kian menggila.

“Itu tugasnya Pak Jokowi karena politik. Ya, kita memilih Pak Jokowi dengan ongkos besar, Rp 20 triliun sekarang ongkos untuk Pileg dan Pilpres kita. Untuk itu, (tugasnya) bukan bagi-bagi akta. Kalau bagi-bagi akta, suruh pak lurah, pak kader,” katanya.

Sebelumnya, SBY merespon polemik antara mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Amien Rasi dan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan.

“Pemerintah tak perlu arogan dalam menanggapi kritik. Negeri ini dibangun bukan untuk menjadi negara kekuasaan. Karena itu kedaulatan berada di tangan rakyat. Tapi rakyat juta tak boleh absolut,” kata SBY dalam rilis resmi Partai Demokrat, Rabu (21/3).

Dalam sebuah diskusi di Bandung, Jawa Barat, Minggu (18/3), Amien menuding bagi-bagi sertifikat tanah yang gencar dilakukan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) hanya pengibulan.

Sebab, pemerintah membiarkan 74 persen wilayah Indonesia dimiliki kelompok tertentu. Luhut lantas merespons pernyataan Amien.

Saat menghadiri acara di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Senin (19/3), Luhut tidak hanya mempertanyakan dasar Amien melontarkan tudingan, tapi juga mengancam akan membeber dosa-dosa masa lalu ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) itu. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kritik Rakyat ke DPR Tidak Ada Batasnya


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler