jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyesalkan rencana Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menunjuk dua perwira tinggi (pati) TNI dan Polri menjadi pelaksana tugas (Plt) gubernur di Sumatera Utara (Sumut) dan Jawa Barat (Jabar).
Menurut Fahri, kebijakan Tjahjo itu mengganggu. "Terus terang keputusan Mendagri ini mengganggu proses di tengah konsolidasi, restrukturisasi di TNI dan Polri yang begitu cepat," kata Fahri di gedung DPR, Jakarta, Jumat (26/1).
BACA JUGA: Gerindra Keberatan Banget Ada Penjabat Gubernur dari Polri
Apalagi, kata Fahri, banyak calon yang berasal dari institusi TNI dan Polri, sehingga membuat masyarakat menjadi curiga dengan kebijakan tersebut. "Jadi orang curiga, begitu loh," jelasnya.
Harusnya, kata dia, pemerintah memberikan ketenangan kepada masyarakat untuk tidak terus curiga. "Eh ini malah dibiarkan," sesal Fahri.
BACA JUGA: Polisi jadi Gubernur Saat Pilkada, Wakapolri: Bisa jadi Saya
Dia khawatir penunjukan itu malah membuat daerah yang menggelar pilkada tidak aman. Misalnya di Jawa Barat. Menurut Fahri, di Jabar banyak kandidat non-sipil, maupun pensiunan TNI dan Polri.
"Yang ditakutkan karena itu lebih dari satu kandidat dari partai yang berbeda, malah akan menjadi daerah yang tidak aman," katanya.
BACA JUGA: Cuma di Era Jokowi Pejabat Polri jadi Plt Gubernur
Jadi, kata dia, justru keberadaan plt yang non-sipil ini nantinya menjadi tidak aman. "Siapa yang menjamin itu semuanya?" ujarnya.
Menurut Fahri memang ada kecurigaan publik yang khawatir plt bertindak tidak netral dengan pandangan pemerintah seolah-olah ini harus ada antisipasi terkait kerawanan.
"Tapi, saya lebih lebih pro kepada perasaan publik. Bahwa lebih baik kita curiga bahwa ini nanti jadi tidak netral. Lebih baik begitu," katanya.
Menurut dia, janganlah beralasan tidak percaya dengan pejabat sipil terkait mengantisipasi kerawanan, lalu memilih TNI dan Polri.
Sebagai pejabat sipil pun harus mengerti manajemen dan tegas. Siapa pun yang sudah diletakan di pimpinan tertinggi, meski bukan TNI dan Polisi, tetap harus dihormati dan ditaati.
"Jadi tidak boleh dianggap hanya tentara dan polisi yang bisa ditaati. Ya kalau ditaati sekelompok orang, tidak ditaati sekelompok orang karena dilihat tidak netral, kan lebih ribet juga kita," paparnya.
Lebih lanjut dia mengatakan dulu Presiden Joko Widodo dicurigai karena menerapkan kebijakan tidak boleh rangkap jabatan di kementeriannya. Sekarang, berbalik malah boleh rangkap jabatan.
"Jadi ini muaranya itu konsolidasi Pak Jokowi. Orang curiganya itu loh," ungkapnya.
Menurut Fahri, sulit mencegah Jokowi melakukan konsolidasi. Tapi, kritik dia, caranya itu melanggar aturan maupun apa yang sudah menjadi komitmennya dari awal.
"Ini kan juga jadi problem Jadi saya kira ya mestinya si Pak Jokowi yang mengambil keputusan gitu," katanya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penunjukan Pati Polri jadi Plt Gubernur Timbulkan Kecemasan
Redaktur & Reporter : Boy