Fahri: Lepas Aset Negara Harus Persetujuan DPR

Sabtu, 25 November 2017 – 11:34 WIB
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Foto: dok. DPR

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, pada prinsipnya, holdingisasi (di atas kertas), sangat baik dalam rangka menyederhanakan proses manajemen perusahaan dan menggabungkan kapasitas kolektif dari perusahaan-perusahaan itu, sehingga kemampuannya bermain di tataran globel player itu semakin kuat.

Namun, terpenting, menurut koordinator bidang Kesejahtersaan Rakyat (Korkesra) tersebut, adalah posisi DPR di dalamnya.

BACA JUGA: Kebijakan Proteksionisme Trump, Ancaman Bagi Ekonomi Asia

Apalagi bila sudah terkait dengan reduksi terhadap aset.

"Sebab, jika terjadi penjualan aset atau penghilangan aset tanpa persetujuan DPR, maka itu akan menjadi tindak pidana," kata Fahri dihubungi wartawan Sabtu (25/11).

BACA JUGA: Fahri Hamzah: Dia Masih Ketua DPR, Jangan Dibilang Kosong

Karena, apapun dalam UU Perbendaharaan Negara, pelepasan aset negara itu harus dengan persetujuan DPR.

Tapi jika sekadar restrukturisasi, yang tidak berefek pada pengurangan aset, maka menurut dia, hal itu tidak melampaui kewenangan DPR.

BACA JUGA: Setnov Sudah Mendekam di Sel, MKD Masih Sibuk Bahas Persepsi

"Sebab pada dasarnya itu adalah coorporate action yang merupakan tugas dari, bahkan bukan hanya pemerintah, tetapi BUMN saja. Sekali lagi, krusial point nya pada kekayaan negara, kalau dia berkurang maka harus dengan izin DPR," sambungnya.

Memang diakui Fahri, BUMN sudah saatnya disuruh terjun untuk berkelahi di luar negeri, agar jangan terlalu banyak mengambil pangsa para pemain-pemain lokal di dalam negeri.

Tapi memainkan BUMN-BUMN itu di luar negeri sebaiknya, kata dia, untuk menjadi kekuatan-kekuatan perekonomian bangsa Indonesia di luar negeri.

Karena itu lah, kapasitas keuangannya diperkuat dengan adanya holdingisasi.

Tetapi, Fahri mengingatkan beberapa syarat yang harus diberlakukan untuk melakukan holdingisasi.

Pertama, tentu perspektif yang mesti dibangun adalah kekayaan negara.

"Kekayaannya itu tidak boleh berkurang, tidak boleh ada reduksi terhadap kekayaan negara. Bahkan, setelah holdingisasi itu, kekayaan harus bertambah. Harus terjadi levareg of exiting (pengaruh keluar), asetnya itu menjadi bertambah besar karena penggabungan itu. Penggabungan itu, tidak boleh menciutkan kekayaan," tegasnya.

Ke dua, BUMN-BUMN yang diholdingisasi menjadi efesien dalam pengertian, cost yang selama ini ditanggung oleh satu, dua, tiga atau empat BUMN, sekarang ditanggung oleh satu BUMN.

"Dan itu artinya, cost akan semakin rendah atau cost evectif namanya, yang menyebabkan kemudian manajemen nya menjadi lebih profesional, lebih modern. Ini lah yang menjamin kontinuitas dari fungsi BUMN itu sendiri," ucapnya.

Tetapi sekali lagi, kata Fahri, BUMN itu pada dasarnya dibagi dua. Ada yang komersial dan ada nonkomersial.

Yang komersial itu adalah BUMN yang pada dasarnya ada di pasar, di mana semua orang bisa bermain.

"Nah, BUMN seperti ini suruh berkompetisi dalam kompetisi global yang luar biasa," ujarnya.

Sedang BUMN nonkomersial adalah BUMN yang mengemban public service obligation.

BUMN-BUMN seperti ini, harus hati-hati, karena mereka itu dititipi oleh tugas-tugas negara, yang tidak mungkin dititipkan pada pemain-pemain swasta.

"Terhadap BUMN seperti ini, hati-hati kita menggabungkannya, yang menyebabkan tugas-tugas negara itu menjadi tidak bisa terlaksana secara lebih baik. Nah itu yang harus dipikirkan dari awal. Ada banyak sekali pertimbangan yang harus dipikirkan dalam holdingisasi," tuturnya. (adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... UU Desa Dorong Pembangunan Menjalar ke Seluruh Indonesia


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
DPR   DPR RI  

Terpopuler