Fahri Setuju Dibentuk Pansus Angket Divestasi Saham Freeport

Kamis, 27 Desember 2018 – 16:31 WIB
Fahri Hamzah. Foto: Humas DPR for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah setuju dengan wacana yang digulirkan Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu soal pembentukan Pansus Hak Angket tentang divestasi saham PT Freeport Indonesia (PTFI).

Sebelumnya, Gus Irawan mengatakan ada banyak pertanyaan seputar kepemilikan saham pemerintah di PTFI melalui PT Inalum menjadi sebesar 51,23 persen, yang dilakukan melalui global bond atau surat utang.

BACA JUGA: RI Kuasai PTFI, Fahri Ungkit Janji Jokowi Buy-back Indosat

Salah satu poin yang dipersoalkan komisi bidang energi itu adalah pelanggaran kesepakatan rapat antara komisi VII dengan dirjen Minerba Kementerian ESDM, dirut PT Inalum, dan dirut PT Freeport. Inti kesepakatannya adalah pembayaran divestasi bisa dilakukan setelah Freeport menyelesaikan kerusakan ekosistem yang ditaksir senilai Rp 185 triliun.

"Hak angket itu saya duga pasti terjadi, kalau tidak pada periode ini, pada periode yang akan datang. Karena itu adalah mekanisme DPR untuk menemukan kebenaran dari kecurigaan yang begitu banyak," kata Fahri menjawab JPNN, Kamis (27/12).

BACA JUGA: Fahri Hamzah Bela Amien Rais dari Serangan Lima Pendiri PAN

Dia menyebutkan, divestasi saham Freeport yang diketahui senilai USD3,85 miliar, penuh dengan kejanggalan sehingga memunculkan kecurigaan. Pada akhirnya, hal itu akan mendatangkan penggunaan hak angket.

"Dan saya setuju supaya kita memiliki ketenangan dalam penggunaan keuangan negara dan penggunaan kewenangan di dalam negara," tegasnya.

BACA JUGA: Pembelaan TKN untuk Jokowi dari Tudingan Fahri soal Tsunami

Sebelumnya politikus Partai Keadilan Sejahtera itu juga menyebut, Jokowi pernah mengatakan tidak akan menyentuh masalah perpanjangan kontrak Freeport sebelum 2019, atau dua tahun jelang berakhirnya masa kontrak karya.

Pernyataan Jokowi itu memiliki makna positif karena hanya presiden baru yang dilantik pada 2019 lah yang bisa melakukan perpanjangan atau negosiasi perpanjangan kontrak perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu. Sementara presiden-presiden sebelumnya bertugas untuk mengelaborasi data-data teknisnya.

"Tetapi kemudian ada lompatan. Dan lompatan ini sangat mencurigakan karena tidak saja pola ini sebenarnya sudah sering terjadi dan berakhir dengan kerugian di pihak Indonesia," tutur Fahri.

Mantan aktivis itu pun memberikan contoh pada PT Newmont. Pola penguasaannya menurut dia persis sama dengan Freeport. Di mana pemerintah seolah-olah membeli padahal sebenarnya cuma diberi utang.

"Pemberian utang itu nanti berakibat adanya kepemilikan semu, seolah-olah kita memiliki tapi sebenarnya tidak memiliki. Itulah yang terjadi dengan Inalum (membeli saham Freeport)," sebutnya.

Pola-pola semacam ini menurutnya harus dibongkar, karena tidak saja punya kemungkinan terjadinya kebohongan politik dan kebohongan publik, tetapi ada kerugian negara yang besar sekali yang seharusnya petanya berbeda jika pemerintah menunggu kontrak freeport habis pada 2021. (fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Fahri Hamzah: Presiden Jokowi Harus Bertanggung Jawab


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler