Fakta Baru Praktik Aborsi Ilegal di Jakarta Pusat, Tersangka DK, YA, dan LL, Nekat

Sabtu, 26 September 2020 – 10:45 WIB
Polda Metro Jaya menggelar rekonstruksi kasus aborsi ilegal di rumah TKP yang berlokasi di Jalan Percetakan Negara III, Jakarta Pusat, Jumat (18/9). Foto: Dicky Prastya/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Polda Metro Jaya menyebut bahwa tempat praktik aborsi ilegal yang berlokasi di Jalan Percetakan Negara III, Jakarta Pusat, tidak memiliki izin.

"Ternyata lokasi yang digunakan dalam praktik aborsi ini tidak memiliki izin. Baik itu izin klinik, praktik, atau operasi," ungkap Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKBP Jean Calvijn Simanjuntak dalam rekonstruksi di Jakarta Pusat, Jumat (25/9).

BACA JUGA: Para Pelaku di Klinik Aborsi Ilegal Terancam Hukuman 10 Tahun Penjara

Selain lokasi, Calvijn mengungkap bahwa pelaku DK juga tidak memiliki izin untuk pelayanan kesehatan.

"Termasuk juga tim yang melakukan, mereka tidak memiliki kompetensi, tidak memiliki sertifikasi. Dokternya (DK) bukan dokter kandungan," tambahnya.

BACA JUGA: Gempa dan Tsunami Raksasa Akan Berulang

Calvijn menerangkan, DK sendiri masih berstatus sebagai co-asisten dokter di salah satu universitas.

"Ia masih berstatus co-asisten dan sekarang sudah ditinggalkan sama yang bersangkutan," jelasnya.

BACA JUGA: Nih Biang Kerok Tawuran di Jakarta Pusat, MY Nyaris Tewas

Tak hanya itu, ia juga menyatakan bahwa dua tersangka yang mendukung tindakan aborsi ini tidak memiliki kompetensi sebagai bidan ataupun perawat.

"Artinya tidak ada legalitas untuk ketiganya (DK, YA, dan LL)," tegas Calvijn.

Sebelumnya diberitakan, Subdit 4 Jatarnas Polda Metro Jaya telah menangkap 10 pelaku praktik aborsi ilegal di jalan Percetakan Negara 3, Jakarta Pusat pada Rabu (9/9) lalu.

Sepuluh tersangka yang diamankan itu adalah LA (52), DK (30), NA (30), MM (38), YA (51), RA (52), LL (50), ED (28), SM (62), dan RS (25).

Penangkapan itu dilakukan berawal dari laporan masyarakat yang diterima polisi dan melakukan aborsi cukup lama.

Atas perbuatannya, para pelaku dijerat Pasal 346 KUHP dan/atau Pasal 438 ayat 1 KUHP dan/atau Pasal 194 jo Pasal 75 UU RI No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Pelaku terancam hukuman paling lama sepuluh tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar. (mcr4/jpnn)


Redaktur & Reporter : Dicky Prastya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler