jpnn.com, SURABAYA - Fenomena remaja yang doyan ngelem sedang terjadi di Surabaya. Semakin banyak bocah yang mabuk nge-lem. Fenomena yang disebut BNNK Surabaya sangat menyedihkan. Sebab, nge-lem merupakan pintu masuk narkoba.
---
BACA JUGA: Lagi, Para Bocah Tertangkap Asyik Ngelem
SEJAK menemukan 10 anak di sebuah balai RT di kawasan Kutisari Selatan pada Minggu (11/11), Kasatpol PP Surabaya Irvan Widyanto semakin waspada. Dia merasa masih banyak anak di Surabaya yang nge-lem.
''Soalnya, pengakuan yang kami tangkap, mereka bilang ikut-ikutan temannya. Berarti ini masih banyak,'' ujar Irvan. Feeling-nya benar.
BACA JUGA: 10 Pelajar Tepergok Sedang Asyik Mabuk Lem
Tidak lebih dari sebulan kemudian, dia mengamankan 21 bocah. Itu masih dari Satpol PP Surabaya. Masih ada 10 bocah lagi yang diamankan dari razia Polsek Tenggilis.
Ada yang ditertibkan di sebuah warung kosong, di sekitar bawah jalan layang tol, hingga di taman. Mayoritas anak nge-lem yang ditangkap berusia di bawah 20 tahun.
BACA JUGA: 4 Cowok dan 1 Cewek Berbuat Tidak Terpuji di Rumah Kosong
Mereka umumnya ditertibkan secara bergerombol. Mayoritas bocah yang tertangkap nge-lem itu rata-rata anak jalanan (anjal) dan anak punk. Beberapa di antaranya juga berstatus sebagai siswa SMP.
''Anak-anak yang tertangkap dibawa ke kantor satpol PP,'' tuturnya. Orang tuanya yang datang bisa menjemput anaknya untuk dibawa pulang. Namun, ada juga yang mendapatkan penanganan lanjutan oleh pemkot alias dibawa ke liponsos.
Fenomena bocah nge-lem itu sebenarnya bukan hal baru. Namun, polanya biasanya mengikuti tren. Setelah reda selama dua tahun, kasus tersebut muncul lagi.
Misalnya, pada 2017, tidak ditemukan kasus bocah nge-lem. Tahun ini di sepanjang Januari-Oktober tidak ditemukan kasus itu. Namun, dalam waktu dua bulan terakhir, kasusnya terus bermunculan.
Selain meningkatkan operasi penertiban, Irvan meminta warga bisa ikut aktif membantu memberikan informasi.
Khususnya mengenai aktivitas anak-anak yang dianggap mencurigakan. Warga bisa menghubungi Command Center 112.
Laporan warga tersebut sangat efektif membantu kerja pemkot. Misalnya, saat penertiban lima bocah nge-lem di kawasan Banyu Urip pada 19 November lalu. ''Penertiban itu atas informasi masyarakat yang mengadu ke Command Center 112,'' jelasnya.
Sementara itu, psikolog RS Universitas Airlangga (RSUA) Sanny Prakosa mengatakan bahwa peristiwa nge-lem merupakan tren di kalangan remaja. Tren tersebut diketahui remaja melalui berbagai saluran media. Terutama media sosial yang sering mereka akses.
Tren menimbulkan rasa penasaran bagi remaja. Apalagi, mereka tahu dampak nge-lem seperti berhalusinasi dan merasa di awang-awang alias nge-fly. Padahal, dampak lain nge-lem berbahaya. Yakni, bisa mengakibatkan sesak napas dan merusak jaringan otak.
Dalam kasus nge-lem, Sanny melihat adanya bias gender yang berpengaruh. Nge-lem umumnya dilakukan bocah laki-laki.
Bocah perempuan juga ada, tetapi jumlahnya minim. Fenomena tersebut tidak lepas dari risiko ketika anak-anak menjajal barang yang fungsinya sebenarnya untuk perekat tersebut.
Untuk mengatasi masalah itu, Sanny menyarankan peran orang tua yang sangat penting. Di luar peran masyarakat dan pemerintah.
Orang tua harus terus-menerus membangun komunikasi yang baik pada anak. Salah satunya menggunakan pendekatan emosional.
Secara terpisah, Kasi Rehabilitas BNNK Surabaya dr Singgih Widi mengatakan bahwa nge-lemmerupakan pintu masuk narkoba.
Dia menjelaskan, zat-zat yang terkandung dalam lem tersebut memiliki sifat adiktif sehingga bisa mengakibatkan kecanduan bagi yang mengonsumsi.
''Nge-lem juga punya dampak merusak seperti narkoba. Sebab, ada kandungannya yang bisa mengganggu saraf otak,'' jelasnya. (elo/yog/c15/ano/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tiga Bocah Cowok dan 2 Cewek Berbuat Tidak Terpuji
Redaktur & Reporter : Natalia