Festival Golo Koe, Membangun Pemahaman Generasi Muda soal Pangan Lokal & Perubahan Iklim

Selasa, 15 Agustus 2023 – 09:00 WIB
Anak-anak muda Manggarai diajak mencicipi hidangan pangan lokal pada Festival Golo Koe yang berlangsung di Aula Wae Sambi Labuan Bajo NTT. Foto dok. Yayasan KEHATI 

jpnn.com, JAKARTA - Yayasan KEHATI menyelenggarakan serangkaian kegiatan pada Festival Golo Koe di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 10-15 Agustus 2023.

Kegiatan itu digelar Yayasan KEHATI berkolaborasi dengan Koalisi Pangan Baik -Hivos-VCA-, Koalisi Rakyat Kedaulatan Pangan, Koalisi Food and Land Use (FOLU) Indonesia – World Resources Institute (WRI), Keuskupan Ruteng, Kantor Utusan Khusus Presiden Bidang pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan serta Balai Pelestarian kebudayaan Wilayah XVI.

BACA JUGA: Hakteknas 2023 Tampilkan 145 Hasil Riset & Inovasi Perguruan Tinggi, Didominasi Pangan 

Manajer Program Ekosistem Pertanian Yayasan KEHATI Puji Sumedi mengatakan rangkaian kegiatan dimulai dari pameran, seminar dan workshop Climate Talk dan Laudato si', aksi ekologi, dan semiloka Pangan. Tujuannya membangun pemahaman publik khususnya generasi muda tentang dampak perubahan iklim dan kaitannya terhadap lingkungan dan ketahanan pangan.

"Kami berharap kegiatan ini bisa membangun pola pikir generasi muda yang berorientasi pada budaya pangan lokal yang ekologis dan ekonomi berkelanjutan,” ujar Puji Sumedi dalam keterangan resminya dikutip Selasa (15/8).

BACA JUGA: Bandingkan Jumlah Nakes PNS, PPPK, Honorer, Terbanyak Bisa Diduga

Tercatat 500 lebih anak muda dari 3 kabupaten yang tergabung dalam Orang Muda Katolik mengikuti rangkaian kegiatan Festival Golo Koe 2023. Mereka berasal dari Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai, dan Kabupaten Manggarai Timur.

Rangkaian kegiatan dimulai dengan melakukan kegiatan penanaman bibit mangrove dan bersih-bersih pantai pada 11 Agustus 2023.

BACA JUGA: KPK Terima 2.707 Laporan Dugaan Korupsi, Terbanyak di DKI, Begini Datanya

Pada seminar dan talkshow, Romo Inno Sutam membahas topik Penerapan Laudato si' dalam Mendorong Aksi Iklim, Pangan, dan Ekonomi Berkelanjutan. Dia memandang kontribusi agama dalam menyelesaikan persoalan perubahan iklim makin relevan.

Mengutip pernyataan Paus Fransiskus dalam Laudato si', Romo Inno menyatakan bahwa bumi kita dalam keadaan krisis. Ensiklik kedua Paus Fransiskus ini mengeritik konsumerisme, pembangunan yang tidak terkendali, kerusakan lingkungan, dan pemanasan global.

Romo Inno berharap generasi muda Katolik dapat menjadi penggerak ketahanan pangan lokal dan ekonomi berkelanjutan yang berbudaya dan berkeadilan iklim.

Pada kesempatan sama, Utusan Khusus Kepresidenan (UKP) Bidang Kerja sama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan Muhamad Mardiono pada keynote speech-nya mengajak peserta mengampanyekan Program "Makan Sehat Cukup Gizi dan Cukup Porsi" yang bertujuan mendorong gaya hidup sehat dan mencegah terjadinya sampah makanan.

Program lain yang dikampanyekan adalah “Belanja dengan Bijak” untuk mengurangi perilaku konsumtif masyarakat terutama kelas menengah atas, serta program “Berbagi Makanan” untuk mengurangi volume makanan yang akan kadaluarsa dan terbuang.

Setelah seminar, kegiatan dilanjutkan dengan pembacaan deklarasi oleh anak muda sekaligus peluncuran gerakan stop boros pangan dan ekonomi sirkular. Permasalahan sampah makanan/food waste menjadi suatu ironi di tengah perjuangan beberapa daerah membangun ketahanan pangan.

Menurut hasil kajian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) bersama sejumlah lembaga, Indonesia membuang sampah makanan 23-48 juta ton per tahun pada periode 2000-2019 atau setara dengan 115-184 kilogram per kapita per tahun.

Kerugian ekonomi yang ditimbulkan sebesar Rp 213 – 551 triliun/tahun atau setara dengan 4-5 persen PDB Indonesia per tahun. Secara sosial, kehilangan ini setara dengan kandungan energi untuk porsi makan 61-125 juta orang per tahun. Secara ekologi food waste menyumbang 8-10% emisi gas rumah kaca.

Permasalahan ini diharapkan berangsur-angsur terselesaikan melalui perlibatan generasi muda. Sebagai agen perubahan, peranan generasi muda sangat penting untuk mempengaruhi tindakan individu, masyarakat, dan pemerintah dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.

Kepala Sekretariat FOLU Indonesia Gina Karina mengatakan sebagai pemimpin masa depan, generasi muda harus terlibat aktif dalam transformasi menuju sistem pangan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, dalam acara Festival Golo Koe ini, Koalisi Food and Land Use (FOLU) Indonesia ingin mengajak anak-anak muda NTT dan Indonesia untuk berpartisipasi dalam kompetisi Gen-Z for Sustainable Food System (GSFS) 2023.

"Para peserta terpilih nantinya akan berkesempatan magang bersama organisasi masyarakat sipil serta berkontribusi langsung terhadap ketahanan pangan Indonesia,” ujar Gina Karina.

Generasi muda harus berjejaring, berkolaborasi, dan menghadirkan gerakan yang lebih besar dalam menghadapi isu perubahan iklim, sambungnya.

Pada kesempatan tersebut, peserta dimanjakan dengan sajian 1.700 gelas kopi dan minuman rempah, serta 1700 olahan pangan lokal khas Manggarai Raya di area Pojok Dapur Mama. Tidak sekadar untuk melepas rasa lapar dan dahaga, dalam penyajiannya Pojok Dapur Mama tidak menyediakan makanan berbahan baku terigu dan disajikan tanpa plastik.

“Pesan bahwa masyarakat NTT memiliki ketahanan pangan yang tangguh melalui pemanfaatan potensi pangan lokal yang ramah lingkungan, dan rendah emisi," tegas Said Abdullah, koordinator Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Pangan.

Direktur Program Yayasan KEHATI Rony Megawanto mengatakan pihaknya akan terus mendorong program adaptasi perubahan iklim. Dalah satunya melalui aksi lokal oleh masyarakat seperti mengonsumsi pangan lokal, termasuk sorgum. (esy/jpnn)


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler