jpnn.com, JAKARTA - Festival TIK ke-12 tahun 2023 menyajikan pergelaran budaya agar seluruh lapisan masyarakat dapat menikmatnya.
Festival TIK 2023 diselenggarakan oleh Relawan TIK Indonesia berkerja sama dengan Kemenkominfo dan Universitas PGRI Semarang, dengan tema 'Berantas Hoaks Menuju Pemilu Damai 2024'.
BACA JUGA: Festival TIK 2023 Angkat Isu & Tantangan Menuju Indonesia Emas 2045
“Kami ingin menciptakan pemilu damai dalam terminologi Bawaslu adalah pemilu berkeadilan dan bermatabat serta berintegritas, sedangkan kata damainya bisa dilihat jika sebuah pemilu berintegritas itu sudah pasti damai," tutur Koordinator Divisi Humas, Data dan Informasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sosiawan dalam keterangannya, Minggu (5/11).
Dia juga menyampaikan untuk terciptanya cita-cita harapan dari Bawaslu, terdapat pengawasan dan penindakan terhadap aparat ASN yang memang harus memegang teguh netralitas selama pemilu 2024 ini berlangsung.
BACA JUGA: Menunggu Kemeriahan Malam Anugerah Festival Film Indonesia 2023
Dalam memunculkan cita-cita, harapan, tujuan serta komitmen Bawaslu, beragam kegiatan dilakukan. Misalnya, saat ini sudah banyak laporan masuk di mana terdapat indikasi suatu daerah yang ASN atau aparat desa mendukung atau tidak netral.
"Itu harus lapor dan Bawaslu nanti akan melakukan pencegahan,. Kalau bisa dicegah akan lebih bagus, tetapi di samping itu juga terdapat penindakan dengan cara memberikan peringatan," lanjutnya.
BACA JUGA: Seniman Muda Berbakat Bicara Seni untuk Semua di Faber-Castell Art Festival 2023
Di samping hal tersebut, Sosiawan sebagai perwakilan dari Bawaslu juga melakukan beberapa Upaya untuk mewujudkan pemilu yang adil integritas dan damai. Salah satunya adalah pemetaan kerawanan pemilu.
Sosiawan memaparkan di dalam upaya mewujudkan pemilu yang adil integritas dan damai, pihaknya sudah melakukan pemetaan kerawanan pemilu.
Pertama netralitas ASN TNI dan Polri, yang punya tingkat kerawanan tinggi. Yang kedua mewaspadai politik uang karena memiliki kerawanan.
Ketiga adalah penggunaan media sosial, yaitu hoaks dan kampanye hitam.
"Tiga titik kerawanan inilah yang menjadi perhatian serius kami terutama di media sosial, karena ini media yang memiliki pengaruh luar biasa kepada publik, sedangkan jangkauan perangkat hukum sangat terbatas," kata Sosiawan.
Lebih lanjut dikatakan upaya pencegahan yang dilakukan adalah berkolaborasi dengan masyarakat untuk mencerdaskan publik meliterasi publik. Ancamannya adalah hoaks, karena bukan saja menciptakan perpecahan antara masyarakat, tetapi juga menyuburkan politisasi yang tidak sehat, termasuk juga SARA.
Sejalan dengan pernyataan tersebut Wakil Rektor 4 Universitas PGRI Semarang (UPGRIS) Dr. Nur Khoiri, S.Pd., MT, M.Pd. menyampaikan terdapat beberapa unsur yang ada di dalam kampus, yaitu dosen dan mahasiswa yang bertindak sebagai fasilitator agar terciptanya kata damai dalam pemilu 2024 nanti.
Pemilu 2024 adalah satu tugas kampus lagi sebagai fasilitator kalau sebelumnya sebagai fungsi kontrol, memastikan pemilu berjalan dengan jujur dan adil, tidak ada kecurangan.
Nur Khoiri juga menyampaikan bahwa beberapa hal yang dilakukan oleh UPGRIS berkaitan dengan pendidikan politik, yang memang sangat dibutuhkan oleh mahasiswa untuk meningkatkan awareness mereka terhadap pemilu 2024 nanti.
"Kampus masyarakat terpelajar, jadi, kami sadar betul bahwa aware generasi muda terhadap pemilu itu kurang," ucapnya.
UPGRIS ujarnya , tidak alergi terhadap politik dan banyak melakukan pendidikan politik kepada mahasiswa, memberikan kesadaran supaya anak-anak memiliki kepedulian terhadap pemilu. Sebab, itu akan berpengaruh terhadap masa depan dan nasib mereka.
Dalam pemilu yang akan dilaksanakan 2024 nanti, Revanska selaku perwakilan dari tim Literasi Digital sektor Pemerintahan Direktorat PI Ditjen Aptika Kemenkominfomenyampaikan untuk selalu menyaring kembali informasi di media sosial agar tidak terkena hoaks yang dapat mengancam damainya pemilu 2024 nanti.
Dikatakannya kalau berbicara mengenai fenomena hoaks di media sosial, harus berpikir konsepnya bahwa ada algoritma yang bermain dan berperan di situ.
"Kita mungkin merasa bahwa ketika menyukai satu barang atau tokoh. Nah, algoritma tersebut akan bekerja dan akan dituunjukkan konten-konten yang terkait dengan barang atau tokoh kesukaan kita, padahal belum tentu benar dan baik," bebernya. (esy/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad